ERA.id - Tim pengacara korban Dini Sera Afriyanti bakal melaporkan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang memutuskan vonis bebas terdakwa anak DPR RI fraksi PKB Gregorius Ronald Tannur yang aniaya kekasihnya hingga tewas, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pengacara korban Dimas Yemahura mengatakan pihaknya juga bakal melaporkan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung dan komisi Yudisial.
“Kami minta MA dan Yudisial melakukan serangkain pemeriksaan dan investigasi, jika ditemukan pelanggaran kode etik ataupun yang lain,” kata Dimas, saat konfrensi pers, Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (25/7/2024).
Dimas meminta KPK untuk mengindentifikasi pengawasan terhadap tiga majelis hakim PN Surabaya yakni Erintuah Damanik Ketua Majelis Hakim, serta Mangapul dan Heru Hanindyo Hakim Anggota.
“Jika ditemukan indikasi dan adanya bukti penyalahgunaan hukum terhadap tindak pidana hukhm atau penyuapan. jika buktinya cukup kami minta agar KPK melakukan penindakan,” ungkapnya.
Terlebih lagi, pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya sudah menyatakan sikap dan menempuh hak kasasi dalam kasus ini. Dan meminta tiga majelis ini untuk diperiksa.
“Saya dapat informasi bahwa jaksa akan melakukan hak kasasi. Kami minta JPU untuk serius membuat memori kasasi atau ajukan banding serta mempertajam, memperkuat pembuktiannya untuk keadilan korban dipenuhi,” tegasnya.
Ia berharap korban Dini dapat mendapatkan hak-hak keadilannya dengan keputusan yang adil dan sepadan hukum untuk terdakwa.
“Kami meminta terhormat teman media dan seluruh masyarakat dan semuanya lembaga yang peduli keadialn dan perlindungan perempuan untuk mengawal proses ini sampi tuntas agar keadial ditegakkan dan hukum tidak tumpul dan memihak atas intervensi siapa,” terangnya.
Lebih lanjut Dimas mengungkapkan pihaknya memiliki sejumlah catatan terkait putusan majelis hakim yang menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa anak dari politisi PKB Edward Tannur.
Keputusan Hakim yang menilai terdakwa tidak bersalah bukan menilai kematian korban bukan karena luka yang diduga akibat dari kekerasan terdakwa. Akan tetapi, disebabkan sakit lambung usai menenggak minuman keras.
"Ini sangat aneh, Karena apa? Hakim menggunakan asumsi pribadinya tanpa melihat alat bukti dan saksi yang diterangkan oleh jaksa," terangnya.
Dimas menyebut, berdasarkan foto korban saat tergeletak di tempat parkir mobil, Blackhole KTV, Lenmarc, Surabaya. Terlihat kondisinya yang mengalami luka di bagian tubunya.
"Terdapat banyak luka memar bahkan bekas ban di lengan korban. Bagaimana orang yang mengalami kekerasan seperti ini bisa meninggal dikatakan hanya sakit lambung, dalam pertimbangan hakim," jelasnya.
Ia pun mempertanyakan hasil visum korban usai ditemukan meninggal dunia, Rabu 4 Oktober 2023 lalu. Selain itu, rekonstruksi juga menunjukan Ronald memukul pacaranya menggunakan botol.
"Sungguh sangat memprihatinkan, bagaimana hakim mengatakan tidak ditemukan cukup bukti. Sementara kita lihat kondisi korban penuh dengan bekas penganiaayaan," ujarnya.
Selain itu, dia juga menyoroti pertimbangan majelis hakim yang menyebut, terdakwa melakukan upaya membawa korban ke rumah sakit, setelah dari apartemen Orchad Tanglin, Pakuwon.
"Hakim mempertimbangkan upaya GRT membawa korban ke rumah sakit. Ini sangat lucu, bertentangan dengan fakta hukum dan kebenaran dalam rekontruksi maupun persidangan," ucapnya.
Sedangkan, kata Dimas, terdakwa sempat memasukan korban ke bagasi mobil dan meninggalkan di apartemen. Menurutnya, Ronald tidak memiliki niat membawa Dini ke rumah sakit.
"Artinya yang meminta mengantarkan korban ke rumah sakit bukan terdakwa, tapi security dan pengelola apartemen. Dibuktikan, korban diantarkan ke rumah sakit didampingi oleh mereka," katanya.
Oleh karena itu, Dimas menganggap majelis hakim hanya menggunakan pendapat pribadinya dalam memutuskan perkara itu. Sebab, mereka tidak mendasarinya dengan sejumlah bukti.
"Hakim menggunakan pendapat pribadinya. Menurut saya (keputusan majelis hakim) secara liar dan mengingkari fakta kebenaran yabg ada, itu catatan kami," tutupnya.