Muncul HGB atas 656 Hektare Laut di Surabaya, Dugaan Proyek Reklamasi Ilegal Mencuat

| 21 Jan 2025 15:01
Muncul HGB atas 656 Hektare Laut di Surabaya, Dugaan Proyek Reklamasi Ilegal Mencuat
Lokasi peta HGB 656 Hektar di laut Surabaya Timur. (Istimewa)

ERA.id - Keberadaan Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 656 hektare muncul misterius di perairan timur Surabaya.

Diketahui lahan yang tercatat sebagai HGB tersebut ditemukan berada di area laut tanpa daratan, memunculkan dugaan pelanggaran aturan tata ruang dan hukum.

Temuan ini diungkap oleh Thanthowy Syamsuddin, seorang dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya. 

Melalui akun media sosialnya X @thanthowy, ia membagikan koordinat lokasi lahan yang terdeteksi lewat aplikasi Bhumi milik Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Ditemukan HGB seluas 656 hektare lahan di perairan timur Surabaya. Tepatnya koordinat di 7.342163°S, 112.844088°E, 7.355131°S, 112.840010°E dan 7.354179°S, 112.841929°E. 

“Hasil penelusuran saya di aplikasi Bhumi dan Google Earth menunjukkan lahan ini berada di atas laut, dekat tambak dan mangrove. Tidak ada daratan di sana,” kata Thanthowy saat dihubungi pada Selasa (21/1/2025).

Ia menegaskan keberadaan HGB tersebut bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 85/PUU-XI/2013 yang melarang pemanfaatan ruang di wilayah perairan untuk kegiatan tertentu. 

Selain itu, status HGB ini juga dinilai melanggar Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), yang menetapkan kawasan tersebut sebagai zona perikanan dan konservasi, bukan zona komersial.

“Kenapa bisa muncul HGB di atas laut? Ini harus segera diklarifikasi oleh pemerintah,” tegas Thanthowy.

Ketua Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur Wahyu turut menyoroti temuan ini. Ia menyebut keberadaan HGB di tengah laut ini mengindikasikan adanya proyek reklamasi tersembunyi. 

“Proyek itu belum ada, tiba-tiba ada hak guna bangunan di tengah laut. Ini kan juga cukup aneh. Temuan itu tentu, entah berkaitan dengan proyek reklamasi, Proyek Strategis Nasional (PSN) Surabaya Waterfront Land (SWL) atau tidak,” kata Wahyu.

Salah satu yang diduga berkaitan adalah Proyek Strategis Nasional (PSN) Surabaya Waterfront Land (SWL). Hal ini menimbul kecurigaan terkait kurangnya transparansi proyek SWL tersebut.

“Sejak awal, proyek SWL ini minim transparansi. Munculnya HGB di kawasan perairan menjadi indikasi kuat bahwa reklamasi sedang dipersiapkan, meskipun belum ada pengumuman resmi,” ujar Wahyu.

Walhi menyoroti dampak buruk reklamasi terhadap lingkungan, terutama di kawasan mangrove Kenjeran dan Wonorejo. 

Mangrove di wilayah tersebut, kata dia, berfungsi sebagai pencegah abrasi, penyerap karbon, dan habitat biota laut yang penting bagi ekosistem.

“Jika reklamasi terus dilakukan, kawasan mangrove akan terancam, dan nelayan akan kehilangan akses melaut. Reklamasi juga dapat meningkatkan risiko banjir di pesisir Surabaya dan Sidoarjo akibat perubahan arus laut dan abrasi,” jelas Wahyu.

Ia pun  mendesak pemerintah untuk segera memberikan penjelasan resmi terkait status HGB tersebut, termasuk mengungkap siapa pemiliknya. 

Dan meminta pemerintah memastikan sinkronisasi data antara ATR/BPN dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mencegah tumpang tindih pemanfaatan ruang.

“Kasus ini harus ditangani dengan transparansi agar tidak ada lagi konflik kepentingan yang merugikan lingkungan dan masyarakat, terutama nelayan yang menggantungkan hidup pada ekosistem pesisir,” pungkas Wahyu.

Rekomendasi