Walhi Sebut Temuan HGB di Laut Sidoarjo Bukti Tata Ruang Jawa Timur Kacau Balau dan Langgar Aturan

| 22 Jan 2025 17:00
Walhi Sebut Temuan HGB di Laut Sidoarjo Bukti Tata Ruang Jawa Timur Kacau Balau dan Langgar Aturan
Konferensi pers BPN Jatim terkait temuan HGB misterius di laut Sidoarjo. (ERA/Puan)

ERA.id - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur menyebut temuan fakta Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 656 hektar di kawasan laut Desa Segoro Tambak, Kecamatan Sedati, Sidoarjo, sebagai bukti buruknya pengelolaan tata ruang di Jawa Timur.

Direktur Eksekutif Walhi Jatim Wahyu Eka Setiawan mengatakan HGB di wilayah laut tersebut adalah kejanggalan besar termasuk adanya pelanggaran serius terhadap sejumlah aturan hukum.

“Sesuai aturan, HGB hanya bisa diterbitkan di daratan dengan peruntukan yang jelas. Namun, citra satelit menunjukkan bahwa kawasan ini sejak 2002 hingga sekarang selalu berupa laut, bukan daratan. Klaim bahwa ini dulunya daratan harus dibuktikan secara transparan oleh BPN,” kata Wahyu, Selasa (21/1/2025).

Wahyu pun menilai bahwa penerbitan HGB di wilayah laut bertentangan dengan sejumlah regulasi, yakni termasuk Perda RTRW Jawa Timur 2023 (Perda No. 10/2023) yang menjelaskan wilayah Sedati sebagai zona perlindungan mangrove, tangkapan ikan, dan pertahanan.

Kemudian, Perda RTRW Sidoarjo 2019 (Perda No. 4/2019) menegaskan bahwa wilayah Sedati sebagai kawasan konservasi pesisir dan perikanan. Lalu, PP No. 18/2021 dan Permen ATR No. 18/2021: Menyatakan HGB hanya dapat diterbitkan di daratan.

Selain itu ada UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yakni menjelaskan untuk mengutamakan konservasi kawasan pesisir dan Putusan MK No. 3/PUU-VIII/2010 tentang membatalkan pemberian hak pengusahaan atas perairan pesisir karena bertentangan dengan UUD 1945.

Lebih lanjut, Wahyu mengungkapkan bahwa temuan HGB ini juga pernah sempat ditemukan kasus serupa terjadi di Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Sumenep, di mana Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas pesisir seluas 20 hektar direncanakan untuk reklamasi dan kawasan ekonomi. Reklamasi tersebut juga ada penolakan keras dari masyarakat, khususnya nelayan tradisional.

Walhi Jatim meminta Kementerian ATR/BPN untuk mencabut izin HGB di laut Sedati serta SHM di Gersik Putih, Sumenep. Selain itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur diharapkan menegakkan tata ruang sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Kami juga meminta Presiden RI untuk mengevaluasi kinerja Kementerian ATR/BPN dan mengusut dugaan praktik korupsi dalam penerbitan izin-izin ini. Tata ruang yang kacau ini mengancam keberlanjutan lingkungan dan kehidupan masyarakat pesisir,” ujar Wahyu.

Sementara itu Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kakanwil BPN) Jawa Timur, Lampri, memastikan pihaknya sedang melakukan investigasi untuk mengklarifikasi status HGB tersebut. 

Ia menegaskan lokasi HGB berada di Desa Segoro Tambak, Sedati, Sidoarjo, bukan di Surabaya.

“Kami sudah menugaskan tim dari BPN Sidoarjo untuk turun langsung ke lapangan. Investigasi mencakup pemotretan fisik, pencocokan data, dan pengumpulan dokumen terkait penerbitan HGB. Jika ditemukan pelanggaran, kami tidak akan segan-segan membatalkannya,” ujar Lampri.

Menurut Lampri, HGB tersebut diterbitkan pada 1996 dan akan habis masa berlakunya pada 2026. Dua perusahaan yang memiliki HGB tersebut adalah PT Surya Inti Permata dan PT Panca Semeru Cemerlang, dengan rincian, PT Surya Inti Permata: 285,16 hektar dan 219,31 hektar dan PT Panca Semeru Cemerlang: 152,36 hektar.

Lampri menegaskan bahwa proses investigasi akan diselesaikan dalam waktu dekat. “Targetnya minggu ini sudah ada hasil. Kami akan menyampaikan temuan ini secara transparan dan resmi melalui Kementerian ATR/BPN,” pungkasnya.

Rekomendasi