ERA.id - Massa aksi yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, dan alumni menggelar unjuk rasa di depan gerbang SMAN 4 Kota Serang, Banten, terkait dengan dugaan kasus pelecehan seksual oleh oknum guru.
Mereka mendesak kasus dugaan pelecehan seksual tersebut segera ditindaklanjuti hingga tuntas dan menyoroti adanya dugaan pungutan liar (pungli) di lingkungan sekolah.
Berdasarkan pantauan di lokasi, massa aksi menyampaikan orasi secara bergantian. Mereka juga menyebarkan selebaran yang berisi tangkapan layar percakapan aplikasi WhatsApp dari seorang guru berinisial SJ yang diduga mengajak salah seorang siswi untuk menginap di hotel.
Koordinator Aksi, Bagas Yulianto mengatakan unjuk rasa tersebut merupakan bentuk desakan kepada pihak sekolah untuk menindak tegas oknum guru yang diduga sebagai pelaku pelecehan seksual.
"Aksi ini merupakan desakan kepada pihak sekolah agar menindak tegas terduga pelaku," kata dia , di Serang, Senin (21/7/2025).
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa berdasarkan hasil investigasi kepada para siswa yang menjadi korban, terindikasi ada dua hingga tiga korban dan pelaku.
Selain isu pelecehan seksual, Bagas menyebut aksi ini juga menyoroti adanya dugaan pungli berkedok program "One Day One Thousand" (ODOT), di mana siswa diwajibkan membayar iuran Rp1.000 per hari.
"Dana yang terkumpul dari siswa ini patut dipertanyakan penggunaannya, karena kami merasa manfaatnya tidak dinikmati kembali oleh siswa," tegasnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala SMAN 4 Kota Serang, Nurdiana Salam, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengambil langkah tegas untuk menanggapi tuntutan para siswa, meskipun peristiwa yang dituduhkan terjadi sebelum masa jabatannya.
"Sejak awal, oknum guru tersebut sudah kami nonaktifkan dari kegiatan belajar mengajar, sambil menunggu proses lebih lanjut dari Dinas Pendidikan, Badan Kepegawaian Daerah, dan pihak Kepolisian," ujar Nurdiana yang baru menjabat sejak Februari 2025.
Terkait dugaan pungutan liar, ia juga memastikan telah menghentikan program ODOT serta praktik jual beli modul Lembar Kerja Siswa (LKS) di sekolah.
"Jadi sudah tidak ada lagi modul LKS dan sebagainya, program ODOT juga sudah saya hentikan. Ini adalah bentuk kami mendengar aspirasi dari anak-anak," tambahnya.
Nurdiana menjanjikan pihak sekolah akan segera melakukan evaluasi menyeluruh terkait seluruh tuntutan yang disampaikan dalam aksi tersebut.