ERA.id - Sejumlah tokoh di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan mendukung polisi dalam menegakkan hukum terkait pernyataan oknum dokter yang tidak percaya dengan COVID-19 hingga akhirnya viral di media sosial.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Enrekang KH Amir Mustafa melalui keterangannya, Minggu, mengatakan surat pernyataan yang beredar luas di media sosial khususnya di Enrekang itu, membuat resah masyarakat karena pernyataan ini keluar dari mulut seorang dokter.
"Kami mengimbau kepada masyarakat supaya tidak mudah percaya dengan surat pernyataan yang beredar luas itu, karena bertentangan dengan situasi realitas yang terjadi," ujarnya.
KH Amir Mustafa mengatakan, sejak lebih dari setahun pandemi di Indonesia dan hampir seluruh dunia lainnya, sudah banyak korban meninggal dunia akibat COVID-19.
Menurut dia, realitas yang terjadi di Indonesia dan beberapa daerah maupun negara lainnya, sehingga pernyataan dari oknum dokter Andiany Adil itu dinilai sangat bertentangan dengan ilmu kedokteran maupun situasi yang terjadi.
"Ini COVID-19 ada di semua negara dan sudah jadi pandemi. Pernyataan itu bertentangan dengan prinsip ilmu kedokteran. Karena itu, kami mengimbau kepada masyarakat untuk tidak usah resah dan tetap saja mengikuti saran Pemerintah karena itu yang terbaik bagi kita semua," katanya lagi.
Hal serupa juga diungkapkan Ketua GP Ansor Enrekang Mukhlis yang mengatakan pandemi masih berlangsung, dan di Enrekang sudah banyak yang meninggal karena COVID-19.
Rekan sejawat dari oknum dokter Andiany Adil juga menyampaikan hal sama, termasuk dari organisasi profesi kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Enrekang.
IDI Cabang Enrekang mengatakan, permasalahan itu cukup meresahkan, mengingat yang bersangkutan merupakan salah satu anggota profesi kedokteran dan masih terdaftar sebagai anggota IDI Enrekang.
Namun secara fungsional, surat tanda registrasi (STR) yang bersangkutan sudah tidak berlaku sejak 2016, sehingga untuk praktik tidak bisa dilaksanakan dan harus memperpanjangnya.
"Statement yang dikeluarkan oleh yang bersangkutan jelas bertentangan dengan apa yang IDI pahami, statement seperti itu akan berefek pada profesi kami sebagai seorang dokter," ujar Ketua IDI Enrekang dr Hamrullah.
Menurut dr Hamrullah, dari segi personal dr Andiany Adil memang sejak lama sudah dikenal memiliki watak yang keras dan sering berbeda pendapat dengan sejawatnya.
"Dari sejak dahulu memiliki watak yang cukup keras. Dokter Andiany itu belum memperpanjang STR sejak 2016 lalu," sambungnya.
Kadis Kesehatan Enrekang Sutrisno mengatakan, dalam hal perbuatan yang dilakukannya, yang bersangkutan belum bisa dikatakan sebagai penderita gangguan kejiwaan tanpa adanya surat keterangan dari pihak berwenang dalam hal ini dokter jiwa.
"Terhitung sejak bulan April, yang bersangkutan tidak tercatat lagi sebagai mahasiswi di Fakultas Kedokteran Unhas Makassar sesuai dengan surat keputusan yang dikeluarkan oleh Dekan Universitas Hasanuddin. Yang bersangkutan sudah tidak pernah lagi hadir/masuk kerja dan sudah ada surat teguran dari Sekda Kabupaten Enrekang," katanya.
Menurut dia, dokter Andiany Adil yang juga berstatus ASN Pemkab Enrekang itu tidak pernah melaporkan hasil kegiatan belajar mengajarnya di Unhas kepada Pemkab Enrekang yang mana kewajiban tersebut harus dilakukan setiap enam bulan sekali.
Pada saat mengikuti proses perkuliahan, dr Andiany sering membuat kontroversi pada saat melaksanakan proses pendidikan di Unhas.
Tingkah lakunya juga sering berbicara sendiri, dan pada saat menghadapi pasien sering berubah-ubah dan tidak mau menggunakan obat yang ada di rumah sakit.
"Berdasarkan perilakunya, yang bersangkutan saat ini sudah bisa dilakukan pemecatan, karena sudah tidak melaksanakan tugas selama satu tahun lebih," ujar dia pula.
Kepala BKD Kabupaten Enrekang Junwar mengatakan, dari sisi kepegawaian akumulatif 40 hari dalam setahun tidak melaksanakan tugas sudah memenuhi syarat untuk dilakukan pemecatan.
"Namum dari sisi kemanusiaan, kami akan memberikan dulu kesempatan kepada Pihak IDI Cabang Enrekang untuk dilakukan pendekatan secara kekeluargaan," ujarnya seperti dikutip dari Antara.
Kabag Hukum Kabupaten Enrekang Dirhamzah mengatakan, berdasarkan PP 53 Tahun 2010 yang bersangkutan telah melanggar kode etik profesi dan telah memenuhi unsur untuk dilakukan pemecatan dengan tidak hormat.
"Sudah ada surat panggilan dan surat peringatan dari Sekda Kabupaten Enrekang untuk kembali melaksanakan tugas sebagai seorang ASN," kata dia pula.