PTM Kota Bandung Mulai Disiapkan, ini Sekelumit Alasan Orang Tua Tetap Pilih Sekolah Online

| 10 Sep 2021 19:45
PTM Kota Bandung Mulai Disiapkan, ini Sekelumit Alasan Orang Tua Tetap Pilih Sekolah Online
Asesmen siswa SD di Kota Yogya Yogyakarta, Mei lalu. (Dok. Forpi Kota Yogya)

ERA.id - Pemerintah Kota Bandung mengumumkan Bandung memasuki zona kuning. Sekolah-sekolah pun mulai mempersiapkan pembelajaran tatap muka (PTM) sesuai prokes yang ditetapkan.

Mendengar hal tersebut, tentu banyak orang tua yang menanti akan PTM bisa cepat diselenggarakan. Namun, bagaimana dengan orang tua yang tetap memilih pembelajaran jarak jauh (PJJ) untuk sang buah hati?

Memberikan izin kepada anak agar bisa mengikuti PTM ternyata bagi sebagian orang tua, tidaklah mudah. Apalagi untuk peserta didik yang berada di jenjang pendidikan dasar atau umur 12 tahun ke bawah. Bukan hanya karena belum tersedia vaksin, anak-anak usia tersebut dikhawatirkan belum sepenuhnya memahami standar prokes di masa pandemi.

ERA.id mewawancai beberapa orang tua yang anaknya akan menghadapi PTM. Orang tua yang lebih memilih untuk daring masih ada, salah satunya adalah Widya (36). Dirinya memilih untuk tetap mendampingi anaknya bersekolah di rumah atau daring.

"Saya melihat kesiapan anak saya untuk PTM adalah belum siap, karena saya merasa kalau anak saya belum paham kondisi di luar sana seperti apa," jelas Widya kepada ERA.id, Jumat (10/9/2021).

Widya mengatakan kalau yang dia ukur adalah kondisi Kota Bandung yang masih belum stabil. Ia menilai anaknya yang masih berumur 6 tahun dan baru kelas 1 SD, hanya paham prokes ditahap teori.

"Oke dia tahu ada PPKM, kemudian ada virus COVID-19 dan itu bahaya sehingga bisa menyebabkan sakit, titik, hanya itu yang dia paham, lalu walapun nanti ada prokes, cuci tangan, hand sanitizer, tapi itu hanya sekadar tahap teori, belum sampai tahapan yang benar-benar melakukan secara 100 persen," ungkap Widya

Widya juga mengatakan walaupun anaknya membawa alat untuk proteksi diri, baginya masih ada kekhawatiran yang tidak bisa diabaikan. Misalnya, saat menggunakan masker, anak pasti akan merasa risih jika terlalu lama atau mulai merosot saat digunakan sehingga penggunaannya diabaikan, sedangkan di sekolah guru dalam kelas tidak hanya memperhatikan satu anak saja, untuk itu dirinya lebih memilih tetap menerapkan PJJ untuk anaknya.

Melihat konsekuensi yang akan dia hadapi nanti, Widya mengatakan perlu persiapan mental, dimana anaknya akan bertanya banyak. "Saya pasti akan jelaskan kepada dia dengan bahasa yang dimengerti oleh anak saya, seperti anak di luar itu, masih ada virus yang bahaya seperti monster, atau cara yang bisa diterima oleh anak saya, karena garis besarnya adalah saya belum rela membiarkan anak saya PTM," papar Widya.

Tak hanya Widya, Rusyana (62) juga memilih pembelajaran untuk cucunya yang masih kelas 4 SD dengan sistem PJJ. Bagi Rusyana, usianya yang sudah tua, membuatnya khawatir kalau cucunya yang bersekolah membawa virus dari luar.

"Saya memiliki penyakit jantung dan diabet, sedangkan cucu saya sangat aktif apabila berada di luar rumah, bermain tanpa memperhatikan prokes, saya khawatir di rumah kami melakukan proteksi sangat ketat, sedangkan cucu saya dari luar membawa virus yang tak terlihat, walaupun sudah vaksin,  kami memiliki kekhawatiran adanya penyebaran COVID-19 ke dalam rumah kami," jelasnya.

Rekomendasi