ERA.id - Para mantan narapidana Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Yogyakarta melaporkan tindak kekerasan oleh petugas lapas ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Seorang eks napi, Vincentius Titih Gita Arupadatu (35), membeberkan bahwa tindakan tersebut dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari penyiksaan hingga pelecehan seksual.
Siksaan diberikan pada napi baru, termasuk dirinya ketika mulai dibui pada medio April lalu. Para napi ditelanjangi dan disiram air dengan dilihat banyak petugas.
"Begitu kita masuk (lapas) tanpa kesalahan apapun kita langsung dipukuli pakai selang dan diinjak-injak pakai," kata Vincent di kantor ORI DIY Sleman, Senin (1/11).
Menurutnya, siksaan dilakukan sejak hari pertama di lapas hingga tiga hari kemudian. Selama 5 bulan, ia dan para napi lain juga dimasukkan ke sel kering, yakni sel yang tak dibuka dalam jangka waktu lama.
Mereka juha mengalami pelecehan seksual seperti diminta masturbasi menggunakan timun yang telah diolesi sambal. "Pelakunya oknum-oknum petugas. Kita kadang enggak melakukan kesalahan saja tetep dicari-cari kesalahannya," katanya.
Vincent menyatakan petugas melakukan penyiksaan karena menganggap napi sebagai residivis. Selain itu, tindakan itu sebagai bentuk pelampiasan dan bersenang-senang.
"Ada yang disuruh guling-guling dan muntah-muntah, lalu muntahannya itu disuruh makan. Ada yang disuruh minum air kencing petugas," katanya.
Menurut dia, ada pula napi dengan penyakit bawaan yang meninggal dunia karena buruknya layanan kesehatan di lapas.
Ketua ORI DIY Budi Masturi menyebut bahwa ada 10 eks napi yang melapor ke ORI DIY.
"Mereka melaporkan perlakuan kekerasan yang mereka alami selama proses penegakan hukum di Lapas Narkotika di Sleman. Mereka lagi mempersiapkan laporannya dan itu sesuai dengan SOP kita," ujarnya.
ORI DIY akan melakukan registrasi dan verifikasi atas laporan itu. "Setelah itu kita bisa menentukan langkah-langkah klarifikasi dan sebagainya," ujar Budi.
"Tidak menutup kemungkinan kita akan mempertemukan (eks napi dan pihak lapas) untuk dikonfrontir informasi mana yang benar. Itu salah satu metode kami dalam melakukan pengumpulan keterangan," katanya.