Santriwati di Bogor Alami Pelecahan Seksual, Pihak Pondok Pesantren Diduga Menutupi Kasus

| 07 Dec 2021 17:45
Santriwati di Bogor Alami Pelecahan Seksual, Pihak Pondok Pesantren Diduga Menutupi Kasus
Ilustrasi pelecehan seksual (Antara)

ERA.id - Seorang santriwati di salah satu pondok pesantren di kecamatan Bogor Barat diduga mengalami pelecehan seksual oleh oknum santri yang belum diketahui identitasnya.

Peristiwa tersebut terjadi saat santriwati berinisial SZA menceritakan peristiwa tersebut ke orangtuanya.

Orang tua SZA, menjelaskan awalnya tidak ada perubahan yang terjadi sejak siswa kelas 7 ini diantarkan masuk ke Ponpes pada 13 Agustus 2021 lalu.

Santriwati ini bahkan menceritakan tentang teman-teman barunya di Ponpes kepada kedua orangtuanya.

Namun, perubahan baru mulai terasa saat SZA diantarkan kedua orangtuanya ke sekolah atau SD lamanya untuk melakukan proses cap tiga jari pada 13 September 2021.

Disitu, SZA terlihat lebih banyak berdiam diri, berbeda dengan kebiasannya sehari-hari. Saat ditanya kedua orangtuanya pun, santriwati ini menjawab tidak terjadi apa-apa.

Kemudian, pada 27 Oktober 2021, kedua orang tua SZA mendapati kabar dari pihak Ponpes bahwa putri semata wayangnya mengalami sakit demam.

Lalu, pihak Ponpes menganjurkan kedua orangtuanya untuk menjemput SZA, dengan maksud untuk dibawa berobat dan beristirahat di rumahnya dengan batas waktu selama lima hari.

Setelah kondisinya mulai membaik selama menjalani perawatan di rumahnya sendiri, kedua orang tua SZA pun berencana hendak mengantarkan anaknya lagi ke Ponpes pada 5 November 2021.

Namun, sebelum diantar ke Ponpes, SZA bercerita kepada orangtuanya, pada saat mengalami sakit demam ia juga merasakan sakit di bagian dada hingga mengalami sesak.

Kemudian, kedua orangtuanya pun coba bertanya tentang penyakit yang dirasakan putrinya.

Sungguh tak disangka, pada kesempatan ini SZA baru mengaku ke kedua orangtuanya bahwa ia diduga menjadi korban pelecehan seksual di Ponpes.

"Dari situ anak kami baru bercerita, bahwa sebelum dia sakit malamnya ada kejadian pelecehan seksual yang dialami anak kami," kata orang tua SZA, H Parlindungan Simorangkir kepada wartawan, Selasa (7/12/2021).

Berdasarkan cerita anaknya, sekitar pukul 02:00 WIB dini hari, ada santri yang mengendap masuk ke kamarnya.

Santriwati itu pun menyadari ada orang lain yang masuk kamarnya karena ia merasakan tempat tidurnya bergerak seperti ada orang yang menginjak dan berjalan di kasurnya.

Ketika membuka mata, SZA melihat sepintas ada seorang laki-laki yang kemudian berlari keluar dari kamarnya. Disitu, SZA berpikir bahwa itu hanyalah mimpi semata dan kemudian melanjutkan tidurnya.

Namun tak berselang lama, SZA kembali terbangun dari tidurnya karena merasa ada seseorang yang menarik pakaian dalamnya.

Setelah terbangun, SZA dibuat kaget karena ada seseorang yang berdiri di depannya lalu menepis lengan orang tersebut.

Belum sempat berteriak, SZA melihat orang tersebut berjalan mundur sambil mengangkat sarungnya.

"Sepintas anak saya melihat ciri-ciri orangnya itu rambutnya dikuncir dibagian atas, memakai kaos hitam dengan tulisan dibagian belakang dengan warna hitam dan putih serta memakai sarung warna hijau kotak-kotak," ucapnya.

Setelah orang tersebut berlari keluar meninggalkan kamarnya, SZA mencoba membenarkan baju yang dikenakannya. Sungguh tak disangka, kancing baju yang dikenakannya sudah terbuka hingga bagian perut.

Disitu, SZA tidak berani untuk melanjutkan tidurnya. Dia hanya bisa menangis sambil menunggu teman-temannya terbangun.

"Jam setengah 4 teman-temannya udah ada yang mulai bangun dan disitu karena merasa udah aman anak saya sempat tertidur sebentar," imbuh dia.

Tak lama,  anaknya dibangunkan rekan sekamarnya dengan tujuan mengajak solat Subuh bersama. Dari situlah, ia bercerita kepada rekannya atas kejadian yang dialaminya tersebut.

"Beberapa temannya juga ada yang mengaku melihat dan mendengar ada seseorang yang masuk lingkungan kamar santriwati," ungkap dia.

"Bahkan jendela kamar ada yang terbuka, lemari santriwati berantakan, ada jejaki kaki di luar bahkan ada yang kehilangan uang dan makanan," sambungnya.

Kemudian, para santriwati ini melaporkan kejadian yang dialaminya kepada salah satu pengajar yang ada di Ponpes tersebut.

"Setelah melapor anak saya dan teman-temannya dipanggil untuk dimintai keterangan. Setelah itu, mereka kembali beraktivitas dengan rasa was-was," bebernya.

Namun bukannya mendapatkan ketenangan,selang beberapa hari ada pengumuman dari pihak Ponpes yang meminta para santriwati, khususnya kelas 7 agar tidak menceritakan kejadian dugaan pelecehan seksual tersebut kepada orangtuanya masing-masing.

Dengan alasan, persoalan ini tengah diurus pihak Ponpes dan agar tidak menjadi panik bagi santriwati lainnya.

Berdasarkan cerita itu, orang tua korban mengaku langsung meminta bertemu dengan pimpinan Ponpes untuk membicarakan kejadian yang dialami anaknya tersebut.

"Sekitar tanggal 14 November akhirnya kami bertemu dengan salah satu pimpinan Ponpes untuk mengadukan kejadian yang dialami anak kami. Kemudian disarankan untuk datang kembali tanggal 19 November untuk bertemu pimpinan Ponpesnya," kata dia.

Karena merasa percaya pihak Ponpes akan memperketat pengawasan di lingkungannya, diteruskan Parlindungan, ia bersama istrinya mengantarkan lagi SZA ke Ponpes untuk belajar seperti biasa pada 15 November. Sembari menunggu pertemuan dengan pimpinan Ponpes untuk membahas dan meminta pertanggungjawaban atas kejadian yang dialami anaknya.

Namun pada saat waktu pertemuan tiba, orang tua korban tidak mendapati pimpinan Ponpes hadir dalam pertemuan tersebut. Bahkan, karena ketidaktenangan ia bersama istrinya, keduanya memutuskan untuk menjemput anaknya kembali pada 24 November.

"Kami tidak puas dan tidak menerima, karena sepertinya pihak Ponpes tidak menanggapi masalah anak saya dengan serius, maka kami menjemput anak kami kembali ke rumah," imbuhnya.

"Kami juga berencana akan melaporkan kejadian ini ke Komnas HAM agar kasusnya terang benderang," ujarnya.

Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan pihak ponpes belum memberi klarifikasi terkait adanya dugaan pelecehan seksual.

Rekomendasi