ERA.id - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat untuk memperhatikan kelanjutan pendidikan dari anak-anak yang menjadi korban pemerkosaan seorang guru pesantren di Kota Bandung bernama Herry Wirawan.
Hal ini juga sudah disampaikan LPSK kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Wakil Ketua LPSK, Livia Istania Iskandar mengungkapkan, pihaknya banyak menemukan kasus korban pemerkosaan yang masih di bawah umur tidak dapat melanjutkan pendidikannya. Mereka justru ditolak sekolah lantaran pernah menjadi korban pemerkosaan.
"Ini miris, karena sudah menjadi korban bukannya didukung malah tidak diterima untuk bersekolah. Temuan ini sudah kami sampaikan ke Gubernur Jabar untuk dilakukan upaya yang tepat bagi keberlangsungan pendidikan korban," kata Livia kepada wartawan, Kamis (10/12/2021).
LPSK berharap korban tidak diberi stigma negatif, terutama dari masyarakat. Livia menegaskan, dukungan penting agar korban bisa melanjutkan kehidupannya dengan normal.
"Stigmatisasi tentunya berdampak buruk bagi korban, ini yang harus senantiasa kita hindari," kata Livia.
Selain korban, LPSK juga meminta Pemprov Jawa Barat untuk memperhatian anak-anak yang dilahirkan akibat perkosaan agar tumbuh kembangnya bisa berjalan dengan baik. Sebab, anak-anak itu lahir dari ibu yang masih berusia belasa tahun dan belum siap menjadiorangtua. Selain itu, beberapa anak juga berasal dari keluarga kurang mampu.
Dalam kasus rudapaksa yang dilakukan guru pesantren di Bandung, diketahui sejumlah korban mengalami kehamilan dan melahirkan delapan bayi.
"Ini tentunya perlu diperhatikan pula dari kita semua. Total ada delapan anak yang terlahir akibat perkosaan pada perkara tersebut," kata Livia.
Untuk diketahui, seorang guru pesantren bernama Herry Wirawan diketahui memperkosa 12 orang santrinya. Akibat perbuatannya itu, sejumlah korban megnalami kehamilan hingga melahirkan.
Herry yang kini berstatus sebagai terdakwa karena telah memasuki proses peradilan terancam hukuman 20 tahun penjara. Kejaksaan menyebut Herry telah melakukan aksi tersebut sejak tahun 2016 hingga awal 2021.
Pelaksana tugas Asisten Pidana Umum Kejati Jawa Barat Riyono mengatakan Herry kini berstatus sebagai terdakwa karena sudah menjalani persidangan. Terdakwa dijerat Pasal 81 UU Perlindungan Anak.
"Ancamannya 15 tahun, tapi perlu digarisbawahi di situ ada pemberatan karena sebagai tenaga pendidik, jadi ancamannya menjadi 20 tahun," kata Riyono.
Kasipenkum Kejati Jawa Barat Dodi Gazali menambahkan perbuatan asusila oknum guru itu dilakukan di berbagai tempat mulai dari di pesantren hingga di beberapa hotel dan apartemen. Herry diduga melakukan pemaksaan dengan ancaman kekerasan dan diduga memberikan sejumlah iming-iming kepada para korban.