Pakar UGM Soroti Pemerintah yang Menangani Kemacetan saat Mudik Lebaran

| 11 May 2022 17:51
Pakar UGM Soroti Pemerintah yang Menangani Kemacetan saat Mudik Lebaran
Ilustrasi pengendara saat menikmati mudik (Antara)

ERA.id - Pelaksanaan mudik tahun 2022 dianggap lebih baik dibanding pada 2019, namun mesti dievaluasi, begitu kata pakar teknik lalu lintas dan teknik transportasi Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada (UGM), Dewanti.

“Terakhir mudik kan di tahun 2019 lalu. Kalau tidak salah ada kasus Brexit. Sementara tahun ini sedemikian riuh dan heboh setelah dua tahun tidak ada mudik. Tentu tidak mudah mengatur kondisi seperti itu, menjadi hal lumrah masih ada kurang di sana-sini," ujarnya, Rabu (11/5/2022).

Dewanti mengapresiasi berbagai uji coba yang dilakukan pemerintah melalui pengaturan perjalanan mudik dari skema model one way, model ganjil genap dan lain-lain. Model ini memberi solusi, sebab sebagian besar tol di pulau Jawa sudah tersambung.

Namun, sejumlah kebijakan diportes para pengendara, ketika muncul fraud. Penumpukan kendaraan memang terlihat dari arah Jakarta menuju arah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

“Meski mepet waktu dari pengumuman dibukanya mudik, upaya-upaya perbaikan sudah dilakukan secara beragam, baik dari sisi manajemen lalu-lintas, infrastruktur, dan sistem informasi dan lain-lain," ucapnya.

Persoalan memang muncul ketika terjadi pergerakan besar di tempat dan pada waktu yang sama. Terlebih mudik 2022 melibatkan 85 juta pemudik yang mengaspal dalam tempat dan waktu yang hampir bersamaan.

Kondisi itu praktis tidak normal dan menimbulkan sejumlah masalah. Makanya perlu pemerintah mempertimbangkan jalur sisi selatan Jawa sebagai upaya pengembangan jalan ke depannya.

Ia menyebut topografi jalur selatan memang berbeda dengan jalur tengah dan sisi utara. Kondisi sisi selatan Jawa Barat memiliki kontur tanah naik turun dan berkelok-kelok. Hal ini tentu menjadi kendala tersendiri bagi pengendara, dan memakan cost cukup besar untuk pengembangan.

“Dengan berkelok-kelok dan naik turun, relatif jalan sempit karenanya menjadikan orang akan mikir dan cenderung lebih memilih jalan tol sisi tengah," katanya.

Pemerintah pun disarankan dapat mengoptimalkan jalan-jalan non-tol sebagai satu sistem jaringan jalan, melalui simulasi dengan sejumlah orang yang akan bergerak dengan rentang waktu yang pendek, sehingga akan terlihat kemampuan jalan tol.

“Sehingga jika tol sudah melampaui kemampuan, maka perlu kiranya melimpahkan ke jalan-jalan non-tol. Karenanya sistem informasi begitu penting bagi pengguna jalan," paparnya.

Dewanti juga menyoroti persoalan yang menyangkut transport demand, yakni mengatur para pemudik atau pengendara tidak keluar ke jalan tol secara bersamaan. Ajakan presiden berangkat mudik lebih awal pun dianggapnya gestur yang baik.

Selain itu, imbauan WFH untuk ASN Jakarta dan sekitarnya di akhir libur mudik, dinilai turut membantu mengurai kemacetan. Langkah ini dinilai tepat disampaikan usai mudik, mengingat jika disampaikan di awal libur, maka diperkirakan kepulangan para pemudik akan menumpuk di belakang.

“Dalam konteks mengatur waktu hal ini sangat berpengaruh, coba disampaikan di awal-awal bisa jadi mereka akan menunda pulang," tuturnya.

Rekomendasi