ERA.id - Lembaga Jogja Corruption Watch (JCW) meminta kepala daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk melakukan pengawasan ke sekolah-sekolah di masa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Pelajaran 2022/2023. Hal ini karena pada masa ini rawan pungutan liar (pungli).
“Pengawasan berkelanjutan perlu dilakukan dapat dimulai dari pengumuman, pendaftaran ulang, pembelian seragam sekolah apakah sudah sesuai dengan aturan atau tidak, hingga pengawasan bangku yang masih kosong, khususnya di sekolah negeri karena rawan terjadinya penyimpangan,” tutur aktivis JCW Baharuddin Kamba, dikutip Senin (26/6/2022).
Menurutnya, pengawasan yang mesti dilakukan Dinas Pendidikan baik di tingkat provinsi maupun Dinas Pendidikan tingkat kabupaten/ kota di masa PPDB. Tim Saber Pungli DIY juga harus turun melakukan pengawasan ke sekolah-sekolah yang berpotensi terjadinya pungli.
“JCW mendukung dan mendorong Tim Saber Pungli DIY untuk melakukan pengawasan pungli secara menyeluruh dan tuntas sesuai dengan kewenangan yang diberikan,” ucap Kamba.
Menurutnya, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB telah mengamanatkan bahwa sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah alias sekolah negeri dilarang melakukan pungutan dan/atau sumbangan.
Larangan soal pungutan dan atau sumbangan itu terkait pelaksanaan PPDB, perpindahan peserta didik, serta pembelian seragam atau buku tertentu yang dikaitkan dengan PPDB. “Pungutan liar (pungli) merupakan tindakan pidana korupsi,” tegas Kamba.
JCW pun mengingatkan kepada pihak sekolah khususnya sekolah negeri di Yogyakarta untuk senantiasa mematuhi aturan. “Pihak sekolah harus mengedepankan prinsip kehati - hatian, transparansi, partisipatif, responsif, dan akuntabilitas,” katanya.
“Jangan sampai terjadi adanya pungli dalam tahapan pada PPDB tersebut. Jika pihak sekolah melalui koperasi sekolah memfasilitasi seragam sekolah, maka wajib memberikan bukti pembayaran berupa kuitansi,” kata Kamba.
Ia menandaskan, pedagang pasar saja memberikan kuitansi saat pembelian seragam. “Masak lembaga pendidikan seperti sekolah tidak memberikan kuitansi,” tukasnya.