ERA.id - Youtuber Alshad Ahmad lagi-lagi bikin heboh sehabis mengabarkan kematian Cenora, anak harimau yang ia pelihara dan sering dijadikan bahan konten.
"Cenora sayang. Anak harimau yang cantik, baik, tenang, kalem, selalu bisa nemenin dan jagain adiknya, selalu manja dan sayang banget ke papahnya," tulis Alshad di Instagram-nya @alshadahmad, Senin (24/7/2023).
Ini bukan yang pertama kali anak harimau peliharaannya mati. Sekurang-kurangnya ada enam ekor yang sudah diberitakan mati dari satu induk yang sama. Jinora, harimau betina peliharaan Alshad, melahirkan dua anak pada Juli 2021, dan keduanya hanya berusia sehari.
Selanjutnya, pada Februari 2022, Jinora kembali melahirkan dua ekor harimau, dan semuanya mati saat baru dilahirkan. Pada Desember 2022, seekor bayi harimau dari Jinora hanya berumur delapan hari dan mati karena infeksi. Terakhir, Jinora melahirkan dua ekor harimau pada 18 Mei 2023, dan anak pertamanya baru saja mati kemarin.
Bahkan, menurut pengakuan Alshad sendiri, sudah ada tujuh anak harimau yang mati. "Semua hasil breeding sendiri dari 1 indukan," ungkapnya di komentar Instagram, Selasa (25/7/2023).
Tahun lalu Alshad sempat dihujat netizen yang memaksanya melepaskan tiga ekor harimau peliharaannya, ia merespon dengan membagikan berita Harimau Sumatera yang mati terjerat jebakan di perkebunan sawit, sambil berkomentar kalau alam sedang tidak baik-baik saja.
Gara-gara itu, makin banyak yang murka ke Alshad, tapi masih lebih banyak lagi barisan pembelanya. Subscriber-nya juga terus bertambah, hingga hari ini mencapai lebih dari enam juta dan setiap videonya ditonton rata-rata ratusan ribu kali.
Banyak orang masih menganggap yang dilakukan Alshad dan banyak influencer lain dengan memelihara hewan liar adalah legal, normal, dan sah-sah saja. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat Ammi Nurwati memang pernah bilang kalau Alshad punya izin penangkaran satwa liar tidak dilindungi.
"Jadi saudara Alshad Ahmad pemegang izin penangkaran satwa liar tidak dilindungi, dalam hal ini Benggala, bukan Harimau Sumatera," ujarnya di kantor BBKSDA Jabar pada 2020 silam sambil mengundang aktivis lingkungan dan pencinta hewan yang keberatan dengan konten Alshad.
Namun, masih banyak aktivis dan akademisi yang mengkritisi tren memelihara satwa liar yang dipopulerkan para influencer. Dan mumpung nama Alshad sedang ramai diperbincangkan lagi, rasa-rasanya sekarang waktu yang tepat untuk mengingatkan kembali soal tren yang harus segera disudahi itu.
Satwa liar Bahan Ngonten
Kita sudah biasa mengenal kucing dan anjing sebagai hewan peliharaan. Namun, satwa seperti ular, spesies primata, atau kucing besar, normalnya hidup bebas di alam liar. Yang pertama adalah satwa domestik, sedangkan yang terakhir satwa liar. Dan ada dinding pembatas yang memisahkan keduanya.
Satwa domestik sudah berevolusi selama ribuan tahun untuk bisa beradaptasi hidup dengan manusia dan lingkungannya. Mereka bahkan sering bergantung kepada manusia untuk bertahan hidup. Sementara satwa liar kebalikannya. Secara natural mereka dilahirkan untuk hidup di alam, bukan kandang. Ketika satwa liar dipelihara dalam rumah, maka selama prosesnya mereka akan dipaksa menderita.
Social Media Animal Cruelty Coalition (SMACC) pada 2022 lalu merilis laporan bertajuk Wild animal "pets" on social media: A vicious cycle of suffering atau 'Peliharaan hewan liar di media sosial: Lingkaran setan penderitaan'.
Mereka meriset sejumlah konten terkait satwa liar sepanjang 2021-2022 dan menemukan tiga jenis kekerasan yang biasa dilakukan pemeliharanya, yaitu: penyiksaan psikologis, menjadikan hewan sebagai penghibur, dan kekerasan fisik. Mereka juga menemukan rata-rata konten satwa liar dibuat dengan judul menggemaskan biar dapat atensi.
"Ketika pengguna sosial media mengunggah video peliharaan hewan liarnya, penontonnya hanya melihat cuplikan dari bagian hidup hewan tadi," tulis laporan sebelumnya. "Yang tidak mereka lihat adalah kekejaman yang dibutuhkan untuk mengambil momen itu."
Netizen hanya menganggap konten-konten seperti yang diproduksi Alshad dengan peliharaan satwa liarnya adalah lucu dan menggemaskan. Padahal, hewan-hewan liar itu dipisahkan dari induk mereka sejak kecil sebelum dijual dan ditempatkan di lingkungan yang sepenuhnya asing. Mereka lalu dibeli dengan harga mahal buat didandani seperti badut dengan embel-embel pelestarian.
Ketika jutaan netizen Indonesia menyanjungnya, nama Alshad Ahmad justru jadi cibiran para aktivis dan pencinta satwa dunia. Ia bahkan dijadikan contoh konkret dalam laporan SMACC di atas sebagai selebriti yang sadar tak sadar ikut mempromosikan dan menormalisasi jual-beli satwa liar.
Tak ada yang baik dari tren memelihara satwa liar. Di Jepang misalnya, tren memelihara berang-berang yang dipamerkan lewat media sosial memicu perburuan hewan tadi dan perdagangan liar hingga membuat keberadaan mereka terancam.
Asisten direktur di Centre for Orangutan Protection (COP), Indira Nurul Qomariah, menegaskan bahwa maraknya konten-konten seperti milik Alshad dapat berimbas kepada peningkatan perburuan di hutan dan perdagangan ilegal.
"Masyarakat yang tidak mampu membuat penangkaran harimau akan membeli kucing hutan. Yang tidak bisa memelihara orangutan akan membeli bayi monyet. Padahal belum tentu semua orang bisa merawat dengan baik," ujarnya kepada ERA.
"Sering sekali LSM kami membantu BKSDA mengevakuasi satwa peliharaan dalam kondisi dirantai, dipelihara dalam kandang kecil, dehidrasi, dan malnutrisi," lanjutnya.
Indira menambahkan bahwa tren memelihara satwa liar juga berpotensi menyebabkan wabah penyakit baru akibat penularan penyakit dari hewan ke manusia (zoonosis).
"Hal paling mudah yang bisa dilakukan yaitu tidak membeli dan tidak memelihara satwa liar apa pun. Tidak menonton konten pemeliharaan satwa liar agar mengurangi adsense dari konten satwa liar yang dijadikan obyek sirkus online. Masyarakat juga bisa melaporkan apabila terdapat oknum yang menjual atau memelihara satwa dilindungi kepada BKSDA setempat," ucap Indira.
Pelihara satwa liar dalam undang-undang
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indra Exploitasia pernah menyampaikan bahwa setiap orang harus memberi contoh baik untuk menjaga satwa liar, lebih-lebih artis, karena cara mereka memanfaatkan satwa liar buat konten media sosial bisa mempengaruhi pengikutnya untuk ikut-ikutan memelihara.
"Sudah sepatutnya satwa liar dibiarkan hidup di habitatnya dan menjalankan fungsinya sebagai bagian dari keseimbangan ekosistem di alam," ucap Indra.
Namun, memang di Indonesia masih ada celah peraturan yang bisa dipakai orang-orang buat memelihara satwa liar selama mengikuti prosedur. Karena yang dilarang diperjualbelikan terbatas pada satwa liar yang dilindungi, misalnya Harimau Sumatera.
Pada Pasal 21 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya disebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun mati.
Sementara itu, Alshad sendiri bukan cuma punya satwa liar tidak dilindungi, tetapi juga yang dilindungi macam binturong yang dinamainya Ano. Beberapa kali ia mengajak binturongnya ikut mejeng dalam konten-konten Youtube-nya dan pastinya meraup banyak adsense dari sana.
Indira Nurul Qomariah, asisten direktur di Centre for Orangutan Protection (COP), menyebutkan bahwa penangkaran tumbuhan dan satwa liar diatur dalam Permenhut No. 19 tahun 2005 dan No. 69 tahun 2013 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar.
Dalam peraturan tersebut, terdapat beberapa persyaratan yang diperlukan untuk bisa memperoleh izin penangkar, antara lain: proposal penangkaran, dokumen legalitas indukan satwa, dan surat rekomendasi dari Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat.
"Menurut saya yang kurang dalam peraturan tsb adalah tidak adanya detail fasilitas yang perlu dibangun, seperti kandang sosialisasi, kandang perawatan, klinik, dll," ucap Indira.
Indira juga menambahkan bahwa dalam peraturan tadi disebutkan bahwa penangkaran harus memenuhi persyaratan kesejahteraan satwa.
Menurutnya, ada lima prinsip kebebasan yang harus dipenuhi untuk mencapai kesejahteraan satwa. Pertama, bebas dari rasa lapar dan haus. Kedua, bebas dari rasa tidak nyaman. Ketiga, bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit. Keempat, bebas dari rasa takut. Kelima, bebas mengekspresikan perilaku alamiah.
"Penangkaran yang dilakukan Alshad hanya memenuhi prinsip nomor 1-4 dan melupakan prinsip nomor 5. Satwa memang diberi makan dan perawatan medis, tetapi dianggap seperti hewan peliharaan dan dibuat jinak," tegas Indira.
Alshad selalu berlindung di balik dalihnya untuk konservasi dan melindungi hewan-hewan liar, menyelamatkan mereka dari alam yang rusak. Padahal tampaknya ia tak punya niatan mengembalikan mereka ke habitat asalnya. Wajar sih, lagian kalau hewan-hewan peliharaannya pulang ke rumah, dari mana lagi Alshad mau dapat penghasilan tambahan?