Babak Akhir Penentuan Cawapres dan Gagalnya Kaderisasi Parpol

| 19 Oct 2023 17:05
Babak Akhir Penentuan Cawapres dan Gagalnya Kaderisasi Parpol
Ilustrasi. (ERA/Luthfia Arifah Ziyad)

ERA.id - Hampir enam bulan pasca Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden (capres) April lalu, akhirnya mereka mengumumkan nama yang akan mendampingi Ganjar sebagai calon wakil presiden (cawapres) pada Rabu (18/10/2023). Pilihan jatuh kepada Mahfud MD.

“Selama ini saya tidak pernah sekalipun menyatakan akan ikut dalam kontestasi pemilu (pemilihan umum). Saya juga tidak pernah berkampanye, memasang spanduk, dan lain-lain," ungkap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) itu dalam pidatonya di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu.

"Baru kali inilah yang pertama kali saya menyatakan bersedia menjadi calon wakil presiden Republik Indonesia,” lanjutnya. “Bagi yang selama ini menunda untuk menentukan pilihan karena menunggu kepastian dari saya, maka saat ini saya menyatakan saya bersedia untuk ikut kontestasi."

Pengumuman cawapres pendamping Ganjar Pranowo di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta, Rabu (18/10/2023). (Dok. PDIP)

Empat tahun lalu, nama Mahfud santer disebut-sebut bakal mendampingi Joko Widodo dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2019. Namun, pada detik-detik terakhir, Jokowi memilih untuk menggandeng Ma’ruf Amin. Kini, Mahfud tinggal selangkah lagi resmi menjadi cawapres. 

Pasangan Ganjar-Mahfud akan mendaftar sebagai capres-cawapres ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta Pusat pada Kamis pagi (19/10/2023), seperti yang diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto.

"Pendaftaran ke KPU akan dilaksanakan pada hari Kamis 19 Oktober pada jam 11 tepat," kata Hasto. 

KPU sendiri membuka pendaftaran capres-cawapres mulai 19 Oktober 2023 hingga 25 November 2023. Pendaftaran dibuka pukul 08.00-16.00 WIB dan pada hari terakhir dibuka hingga pukul 23.59 WIB.

Sebelum terbit pasangan Ganjar-Mahfud, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sudah jauh-jauh hari mendeklarasikan diri akan maju bersama. Pasangan itu juga sudah siap dengan kampanye AMIN, gabungan dari nama keduanya (Anies-Muhaimin).

Koalisi Perubahan, gabungan partai politik (parpol) pengusung Anies-Muhaimin disebut akan mendaftarkan pasangan itu sebagai capres-cawapres pada hari pertama. 

“Hari pertama kami akan datang ke KPU," ucap Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Al-Habsyi di Jakarta, Sabtu (14/10/2023).

Hari ini, tinggal Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang belum mengumumkan siapa cawapres Prabowo Subianto. Sebelumnya, Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani menyampaikan bahwa kubu mereka menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia capres-cawapres dan akan mengumumkan pasangan Prabowo minggu setelahnya.

“Minggu depan, ini hari Minggu. Senin atau Selasa, pokoknya sabar. Putusan MK kita tunggu, pokoknya sabar,” ucapnya di Kota Solo, Minggu (15/10/2023).

Senin (16/10/2023) kemarin, MK sudah mengetok palu dan mengabulkan gugatan uji materi batas usia capres-cawapres dalam Undang-Undang Pemilu. Berdasarkan putusan MK, capres-cawapres boleh berusia di bawah 40 tahun selama pernah menjabat sebagai kepala daerah. Dengan begitu, kemungkinan pendamping Prabowo semakin melebar dan nama Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka ikut mencuat. 

Lika-liku penetapan capres-cawapres 2024

Terpilihnya Mahfud MD sebagai pasangan Ganjar merupakan perjalanan panjang, setelah sebelumnya beberapa kandidat lain mengemuka lebih dulu, di antaranya Menteri Pariwisata Sandiaga Uno dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Sandiaga Uno yang sempat menjadi kader Partai Gerindra dan pernah mendampingi Prabowo dalam Pilpres 2019 itu sampai memutuskan hijrah ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang bergabung dalam koalisi PDIP–bersama dengan Partai Persatuan Indonesia (Perindo) dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).

Sementara nama Khofifah kian menguat untuk mendampingi Ganjar setelah Anies memilih Gus Muhaimin yang punya basis massa Nahdlatul ‘Ulama (NU). Khofifah sendiri merupakan Ketua Umum Muslimat NU, badan otonom NU yang menaungi para aktivis perempuan.

Dari sekian pilihan, PDIP akhirnya memilih Mahfud. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri merasa mantan Ketua MK itu punya pengalaman lengkap baik di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. 

“Prof. Mahfud juga dikenal rakyat sebagai pendekar hukum dan pembela wong cilik,” tambah Megawati dalam pidatonya, Rabu. 

Pengumuman cawapres pendamping Ganjar Pranowo di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta, Rabu (18/10/2023). (Dok. PDIP)

Ada pun dari kubu Anies juga sempat mengalami kebuntuan memilih cawapres. Koalisi Perubahan yang sebelumnya berisi Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), tak kunjung mengumumkan pendamping Anies meski sudah membentuk koalisi berbulan-bulan.

Baru pada awal September lalu, dalam tempo yang begitu singkat, Partai NasDem mengajak Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) bergabung dan meminang Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai cawapres. Anies setuju, PKS juga, tetapi Demokrat merasa dikhianati dan memilih hengkang dari Koalisi Perubahan menuju kubu Prabowo.

Partai Demokrat mengisi ruang kosong yang ditinggalkan PKB di KIM, tetapi koalisi itu tak kunjung menemukan pendamping yang cocok untuk Prabowo. Partai Golkar mengajukan ketua umum mereka, Airlangga Hartarto; Partai Amanat Nasional (PAN) mengajukan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir; dan belakangan muncul opsi putra Jokowi, Gibran sebagai cawapres.

Pasca putusan MK kemarin, peluang Gibran untuk maju terbuka lebar. Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad juga mengakui banyak dukungan dari partainya agar Gibran mendampingi Prabowo dalam Pilpres 2024. 

Di tengah banyaknya prediksi duet Prabowo-Gibran, rupanya anggota koalisi belum menyerah mengusung jagonya masing-masing. Erick Thohir misalnya diketahui mengajukan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) guna memenuhi syarat cawapres. Menanggapi hal itu, PAN menilai masih ada peluang bagi Erick.

“Pak Erick kan masih memiliki peluang. Selama peluang jadi cawapres terbuka, ya kita tidak perlu pertanyakan soal pengurusan SKCK dan kelengkapan berkas lainnya. Anggap aja melaksanakan pepatah 'sedia payung sebelum hujan'. Kalau nanti diperlukan, ya sudah ada," ujar Ketua DPP PAN Saleh Partaonan Daulay kepada wartawan, Rabu.

Dulu kompetisi antar ketua umum parpol, kini kompetisi antar tokoh

Pilpres 2024 mendatang kemungkinan bakal diikuti oleh tiga pasang kontestan. Meskipun jumlahnya meningkat dibanding dua pilpres terakhir, tetapi jika dilihat dari komposisi pesertanya itu tak jauh berbeda: Sama-sama didominasi non-ketua umum parpol.

Dari sembilan parpol yang punya kursi di parlemen (PDIP, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai NasDem, PKB, Partai Demokrat, PKS, PAN, dan PPP), hanya ada dua ketua umum yang bakal berkompetisi langsung tahun depan: Prabowo dan Muhaimin.

Partai Golkar mengajukan Airlangga Hartarto untuk Pilpres 2024 sesuai amanat musyawarah nasional (munas) dan rapat kerja nasional (rakernas) partai. Sayangnya, meskipun perolehan suara Golkar merupakan yang terbesar ketiga dalam pemilu sebelumnya, tetapi elektabilitas ketua umumnya tergolong rendah.

Lalu Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh memilih mengusung tokoh dari luar partai, Anies sebagai capres. Sementara Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono yang awalnya membidik posisi cawapres Anies, justru kalah saing dari Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan kini kehilangan kans untuk maju di Pilpres 2024.

Selebihnya, ketua umum PKS, PAN, dan PPP masing-masing tak ada yang mengajukan diri. Sama seperti Surya Paloh, mereka lebih memilih mendorong nama-nama lain untuk maju. 

Situasi politik sekarang ini berbanding terbalik dengan pilpres sebelum 2014, di mana mayoritas pesertanya merupakan ketua umum parpol. Pada Pilpres 2004, hanya Wiranto capres yang bukan ketua umum. Nama Wiranto pun bukan ujug-ujug muncul dari luar partai, tetapi hasil dari konvensi Partai Golkar.

Adapun Susilo Bambang Yudhono (SBY) yang memenangi pilpres waktu itu merupakan Ketua Umum Partai Demokrat. Ia juga bersaing dengan Ketua Umum PDIP Megawati, Ketua Umum PAN Amien Rais, dan Ketua Umum PPP Hamzah Haz.

Lima tahun berikutnya, pada Pilpres 2009, mayoritas capres-cawapres merupakan ketua umum parpol. Hanya ada satu nama yang berasal dari luar partai: Boediono. Ia mendampingi petahana SBY yang masih menjabat sebagai Ketua Umum Demokrat.

Pasangan SBY-Boediono bertanding melawan Megawati yang berpasangan dengan Prabowo Subianto (Ketua Umum Partai Gerindra) dan Jusuf Kalla (Ketua Umum Partai Golkar) yang berpasangan dengan Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Wiranto.

Ketika diwawancara dalam program Bukan Begini Bukan Begitu, Jusuf Kalla mengaku waktu itu ia nekat melawan SBY. "Sebenarnya itu hanya karena saya tahu susah menang, tapi karena saya ketua partai, ada harkat partai,” ujarnya. 

Setelah 2009, dua kali Prabowo yang posisinya ketua umum melawan Jokowi yang hanya kader partai, dan berturut-turut Prabowo kalah. Kini, sudah 10 tahun berlalu sejak kemenangan terakhir ketua umum parpol (SBY) dalam pilpres, dan tampaknya posisi ketua umum tak lagi seksi untuk ikut bersaing. Apakah parpol sudah kehilangan tajinya dan tak lagi mampu memproduksi pemimpin dari kalangan mereka sendiri? Bisa jadi. 

Rekomendasi