Makna Slogan "From River to The Sea" Dalam Perjuangan Palestina, Begini Sejarahnya

| 02 Nov 2023 21:05
Makna Slogan
Ilustrasi Palestina. (Wikimedia Commons/Ahmed Abu Hameeda)

ERA.id - Dalam aksi solidaritas untuk Palestina di seluruh dunia, bergema slogan 'from the river to the sea, Palestine will be free' atau 'dari sungai hingga laut, Palestina akan merdeka'. Selama beberapa dekade, slogan tersebut sudah beredar di kalangan warga Palestina dan aktivis pro-Palestina.

Slogan ini mengacu pada pembebasan wilayah yang berlokasi di antara sungai Yordan dan Laut Mediterania di wilayah bersejarah Palestina. Namun banyak pula warga Israel dan pendukung Israel mengklaim bahwa secara efektif slogan tersebut menyerukan genosida dan menyiratkan kehancuran Israel.

Pada pertengahan Oktober, polisi di Wina menetapkan larangan terhadap protes pro-Palestina atas dasar slogan tersebut. Polisi mengklaim slogan tersebut merupakan seruan untuk menjalankan kekerasan.

Sementara Polisi Metropolitan London menyebutkan, mereka tidak akan melakukan penangkapan terhadap pengunjuk rasa yang meneriakkan slogan tersebut pada protes pro-Palestina pada akhir pekan lalu. Namun, menteri dalam negeri Inggris secara terbuka telah menyatakan, polisi harus turun tangan, sebab slogan tersebut merupakan sebuah ekspresi dari keinginan yang kuat untuk menghapus Israel dari dunia.

Perubahan wilayah Palestina dan Israel (Sumber:ikadi.or.id)

Asal-usul Slogan “From River to The Sea, Palestine Will Be Free”

Kalimat “from river to the sea, Palestine will be free” bermula dari perdebatan awal mengenai pembagian wilayah pada tahun 1940-an. Middle East Eye melaporkan, ketika Kerajaan Inggris mengakhiri mandatnya untuk menguasai Palestina, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang pada saat itu baru terbentuk memberi usul untuk membagi wilayah tersebut menjadi negara Yahudi dan Palestina.

Rencana ini akan membuat 62 persen wilayah tersebut berada di bawah kendali Israel, sehingga para pemimpin Arab dengan keras menolaknya. Setelah penarikan mundur Inggris, perang pun pecah, yang mengakibatkan lebih dari 700.000 warga Palestina terusir dari rumah mereka dalam peristiwa yang dikenal sebagai Nakba, atau "malapetaka".

Setelah perang, Negara Israel pun dideklarasikan, sementara Tepi Barat tetap berada di bawah kendali Yordania dan Mesir menguasai Jalur Gaza. Setelah perang 1967 usai, wilayah-wilayah ini akan berada di bawah pendudukan Israel. Sejak Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) didirikan oleh para diaspora Palestina pada tahun 1964, posisi kebangsaan Palestina dan Israel sudah berulang kali berubah.  

Hingga pada tahun 1988, posisi resmi PLO yaitu menyerukan pembentukan satu negara di Palestina yang akan mencakup semua wilayah bersejarahnya. Dalam piagam tahun 1964, PLO menyebutkan bahwa negara ini akan menjadi "tanah air Arab yang terikat oleh ikatan nasional yang kuat dengan negara-negara Arab lainnya dan yang bersama-sama membentuk tanah air Arab yang besar". Piagam tersebut juga mengecam Zionisme sebagai "gerakan kolonialis".

Piagam tersebut juga mengungkapkan bahwa "orang-orang Yahudi asal Palestina dianggap sebagai orang Palestina jika mereka bersedia untuk hidup secara damai dan setia di Palestina."  

Penolakan Faksi-faksi Palestina

Namun, pada tahun 1970-an, kepemimpinan PLO secara bertahap mengubah pendiriannya, dan secara resmi mengadopsi prinsip solusi dua negara pada tahun 1988.

Faksi-faksi Palestina lainnya menolak sikap ini, termasuk Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP) yang berhaluan kiri, yang menganjurkan sebuah negara sekuler dan sosialis untuk semua penduduk Palestina yang bersejarah, dan gerakan Islam Hamas, yang menyerukan sebuah negara Islam.

Sejak tahun 1993, posisi resmi sebagian besar masyarakat internasional sudah sejalan dengan PLO dalam menyerukan pembentukan negara Palestina di wilayah yang diduduki selama perang tahun 1967, dengan Yerusalem Timur yang ditetapkan sebagai ibu kotanya. Walaupun banyak orang Palestina yang mendukung, prospek negara Palestina yang hanya mempunyai 22 persen dari wilayah Palestina yang bersejarah sudah disaksikan oleh banyak orang sebagai ketidakadilan, yang digambarkan akademisi Edward Said sebagai "penyerahan diri" oleh PLO.

Demikianlah penjelasan tentang makna slogan “from river to the sea (utk perjuangan palestina)” yang saat ini sedang digemakan.

Ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Kalo kamu mau tahu informasi menarik lainnya, jangan ketinggalan pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman…

Rekomendasi