ERA.id - Sejumlah warga Palestina yang menjadi korban atas konflik Israel-Hamas di Gaza dilanda kekhawatiran dan ketakutan menyusul hujan deras yang terjadi pada Selasa (14/11/2023) waktu setempat. Ketakutan itu lantaran tempat pengungsian akan banjir bila musim hujan datang.
Hujan deras di Gaza pada Selasa (14/11/2023) pagi menimbulkan kekhawatiran dan tantangan baru bagi warga Palestina. Banyak dari mereka yang kehilangan tempat tinggal dan tinggal sementara di tenda-tenda darurat setelah lebih dari sebulan Israel melancarkan serangan.
Awal musim hujan dan kemungkinan banjir pun meningkatkan kekhawatiran sejumlah warga Palestina tentang sistem pembuangan limbah di daerah kantong padat penduduk itu. Mereka khawatir akan kewalahan dan penyakit dapat menyebar dengan cepat.
Salah satu tempat penampungan PBB di Khan Younis di Gaza Selatan, hujan menimbulkan kekecewaan bagi para pengungsi. Mereka terbangun dan mendapati pakaian yang dijemur sepanjang hari basah kuyup akibat hujan.
"Kami berada di sebuah rumah yang terbuat dari beton dan sekarang kami berada di dalam tenda. Terpal nilon, tenda, dan kayu tidak akan tahan terhadap banjir. Orang-orang yang tidur di lantai, apa yang akan mereka lakukan? Ke mana mereka akan pergi?" kata Fayeza Srour, dikutip Reuters, Rabu (15/11/2023).
Wilayah kantong yang juga menjadi tempat pengungsian terkadang dilanda banjir. Pengungsi Gaza lainnya, Karim Mreish, mengatakan orang-orang di tempat penampungan berdoa agar hujan berhenti.
"Anak-anak, perempuan, orang lanjut usia berdoa kepada Tuhan agar tidak turun hujan. Jika hal ini terjadi maka akan sangat sulit dan kata-kata tidak akan dapat menggambarkan penderitaan kami," ujarnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pekan lalu bahwa Gaza menghadapi peningkatan risiko penyebaran penyakit karena pemboman udara Israel telah mengganggu sistem kesehatan, membatasi akses terhadap air bersih dan menyebabkan orang berkerumun di tempat penampungan.
Mereka menyuarakan keprihatinan pada hari Selasa mengenai kemungkinan hujan yang menyebabkan banjir dan fasilitas pembuangan limbah yang sudah terbatas dan rusak.
“Kita sudah mengalami wabah penyakit diare,” kata juru bicara WHO Margaret Harris di Jenewa.
Dia mengatakan ada lebih dari 30.000 kasus diare pada periode dimana WHO biasanya memperkirakan 2.000 kasus.
"Kita mengalami banyak kerusakan infrastruktur. Kita kekurangan air bersih. Ada banyak orang yang berkumpul bersama. Ini adalah alasan lain mengapa kita memohon agar gencatan senjata dilakukan sekarang," katanya.
Ahmed Bayram, juru bicara Dewan Pengungsi Norwegia, mengatakan awal musim hujan bisa menandai “minggu tersulit di Gaza sejak eskalasi (militer) dimulai”.
“Hujan lebat akan membuat pergerakan masyarakat dan tim penyelamat semakin terhambat,” katanya.
“Ini akan membuat lebih sulit untuk menyelamatkan orang-orang yang terjebak di bawah reruntuhan, atau menguburkan orang mati, semua ini terjadi di tengah pemboman yang tak henti-hentinya dan bencana kekurangan bahan bakar," sambungnya.
Israel bersumpah untuk memusnahkan Hamas setelah serangan 7 Oktober, di mana Israel mengatakan lebih dari 1.200 orang tewas dan sekitar 240 orang disandera. Pejabat medis di Gaza yang dikuasai Hamas mengatakan lebih dari 11.000 orang telah tewas dalam serangan Israel sejak saat itu.