ERA.id - Militer Israel mengakui pasukannya memiliki senjata dengan amunisi fosfor putih. Namun amunisi itu tidak digunakan untuk melakukan serangan.
Pernyataan Angkatan Darat muncul setelah adanya kekhawatiran atas laporan yang menyatakan Israel menggunakan fosfor putih yang dipasok AS dalam serangan di Lebanon selatan
“Kami memiliki cangkang asap yang mengandung fosfor putih, dimaksudkan untuk kamuflase, dan bukan untuk tujuan menyerang atau menyalakan api,” kata Radio resmi Angkatan Darat Israel, dikutip Anadolu, Rabu (13/12/2023).
Pernyataan Israel muncul setelah Gedung Putih menyatakan keprihatinannya pada hari Senin atas laporan yang menyatakan bahwa Israel menggunakan fosfor putih yang dipasok AS dalam serangan di Lebanon selatan.
“Seperti banyak tentara Barat, tentara Israel juga memiliki cangkang asap yang mengandung fosfor putih, yang legal menurut hukum internasional,” kata Radio Tentara Israel.
Ia menambahkan bahwa amunisi “tidak secara hukum didefinisikan sebagai senjata pembakar.”
The Washington Post melaporkan serangan Israel pada 16 Oktober di Dheira, sebuah kota di Lebanon dekat perbatasan dengan Israel, di mana, seperti yang diklaim dalam laporan tersebut, Israel menggunakan amunisi fosfor putih yang dipasok AS dan setidaknya sembilan warga sipil terluka.
Kelompok hak asasi manusia Amnesty International menyerukan penyelidikan atas serangan tersebut, dan menyebutnya sebagai potensi kejahatan perang.
Di antara sembilan orang yang terluka dalam serangan itu, setidaknya tiga orang dirawat di rumah sakit, satu diantaranya dirawat selama berhari-hari, menurut laporan itu.
Selain itu, sejumlah foto juga menunjukkan penggunaan bom fosfor putih terhadap warga sipil di Gaza, sementara beberapa pengacara mengatakan bahwa foto tersebut dapat digunakan sebagai bukti dalam pengaduan terhadap Israel.
Sejak 7 Oktober, ketegangan berkobar di sepanjang perbatasan antara Lebanon dan Israel di tengah baku tembak antara pasukan Israel dan Hizbullah dalam bentrokan paling mematikan sejak kedua belah pihak terlibat perang skala penuh pada tahun 2006.
Ketegangan perbatasan terjadi di tengah serangan militer Israel di Jalur Gaza menyusul serangan lintas batas yang dilakukan kelompok Palestina Hamas.