ERA.id - Kelompok Houthi Yaman menawarkan negosiasi kepada Inggris terkait kapal Rubymar yang tenggelam di Teluk Aden beberapa waktu lalu. Houthi menyatakan kapal itu bisa diselamatkan dengan imbalan bantuan kemanusiaan masuk ke Jalur Gaza.
"Kapal Inggris yang tenggelam dapat ditarik dengan imbalan truk-truk bantuan dapat masuk ke Jalur Gaza," ujar Muhammad Ali al-Houthi, seorang anggota Dewan Politik Tertinggi kelompok itu dalam pernyataannya di X, dikutip Antara, Senin (26/2/2024).
"Ini adalah sebuah tawaran yang dapat dipertimbangkan," tambah Houthi.
Pernyataan oleh Houthi tersebut muncul sehari setelah pemerintah Yaman menyerukan negara-negara di dunia, organisasi, dan badan-badan yang peduli dalam menjaga lingkungan laut untuk segera menangani krisis kapal Inggris Rubymar yang menjadi sasaran Houthi pada 18 Februari.
Sejauh ini belum ada tanggapan dari Inggris maupun Israel mengenai pernyataan Houthi.
Menurut kantor berita Saba, kapal Rubymar diketahui membawa sejumlah besar amonia dan minyak. Pemerintah Yaman mengatakan kapal tersebut sedang mengarah ke Pulau Hanish, Yaman di Laut Merah ketika tenggelam, yang dapat menyebabkan "bencana lingkungan besar."
Sementara itu, Pusat Komando (CENTCOM) Amerika Serikat mengatakan bahwa “serangan tidak beralasan dan sembrono oleh teroris Houthi yang didukung Iran menyebabkan kerusakan signifikan pada kapal, sehingga menyebabkan tumpahan minyak sepanjang 18 mil.”
"M/V Rubymar membawa lebih dari 41 ribu ton pupuk saat diserang, yang dapat tumpah ke Laut Merah dan memperburuk bencana lingkungan," sebut CENTCOM.
Kelompok Houthi Yaman menargetkan kapal-kapal kargo di Laut Merah dan Teluk Aden yang dimiliki atau dioperasikan oleh perusahaan Israel atau mengangkut barang ke dan dari Israel sebagai bentuk solidaritas terhadap Jalur Gaza, yang telah berada di bawah serangan gencar Israel sejak 7 Oktober.
Dengan meningkatnya ketegangan akibat serangan gabungan AS dan Inggris terhadap sasaran Houthi di Yaman, kelompok tersebut menyatakan bahwa mereka menganggap semua kapal Amerika dan Inggris sebagai sasaran militer yang sah.