ERA.id - Pejabat tinggi politik Hamas mengatakan kelompok militan Islam itu menyetujui gencatan senjata selama lima tahun atau lebih dengan Israel. Pejabat itu juga menyebut Hamas akan meletakkan senjatanya dan menjadi partai politik bila Palestina merdeka.
Pernyataan Khalil al-Hayya ini muncul di tengah kebuntuan perundingan gencatan senjata selama berbulan-bulan. Dia mengatakan Hamas ingin bergabung dengan Organisasi Pembebasan Palestina, yang dipimpin oleh faksi saingannya Fatah, untuk membentuk pemerintahan terpadu di Gaza dan Tepi Barat.
“Semua pengalaman orang-orang yang melawan penjajah, ketika mereka merdeka dan memperoleh hak-hak dan negaranya, apa yang dilakukan kekuatan-kekuatan ini? Mereka berubah menjadi partai politik dan kekuatan tempur yang mereka bela berubah menjadi tentara nasional,” katanya, dikutip AP, Kamis (25/4/2024).
Lalu, kata al-Hayya, Hamas akan menerima negara Palestina yang berdaulat penuh di Tepi Barat dan Jalur Gaza serta kembalinya pengungsi Palestina sesuai dengan resolusi internasional di sepanjang perbatasan Israel.
Al-Hayya tidak mengatakan apakah dukungannya terhadap solusi dua negara akan mengakhiri konflik Palestina dengan Israel atau merupakan langkah sementara menuju tujuan kelompok tersebut untuk menghancurkan Israel.
Setelah pengambilalihan Gaza oleh Hamas, Otoritas Palestina dibiarkan mengelola kantong-kantong semi-otonom di Tepi Barat yang diduduki Israel.
Otoritas Palestina berharap untuk mendirikan negara merdeka di Tepi Barat, Yerusalem Timur dan Gaza, wilayah yang direbut Israel dalam perang Timur Tengah tahun 1967. Meskipun komunitas internasional sangat mendukung solusi dua negara, pemerintahan garis keras Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolaknya.
Israel sekarang sedang mempersiapkan serangan di kota Rafah di selatan, tempat lebih dari 1 juta warga Palestina mengungsi.
Israel mengatakan pihaknya telah membubarkan sebagian besar dari dua lusin batalyon Hamas sejak dimulainya perang. Namun empat batalion yang tersisa bersembunyi di Rafah. Israel berpendapat bahwa serangan Rafah diperlukan untuk mencapai kemenangan atas Hamas.
"Pasukan Israel belum menghancurkan lebih dari 20 persen kemampuan (Hamas), baik manusia maupun di lapangan. Kalau mereka tidak bisa menghabisi (Hamas), apa solusinya? Solusinya adalah mencapai konsensus," tegasnya.
Pada bulan November, gencatan senjata selama seminggu berhasil dilakukan dengan pembebasan lebih dari 100 sandera dengan imbalan ribuan tahanan Palestina yang ditahan di Israel. Namun perundingan mengenai gencatan senjata jangka panjang dan pembebasan sandera yang tersisa kini terhenti, dan masing-masing pihak saling menuduh pihak lain tidak mau berkompromi.
Pembicara utama Qatar mengatakan dalam beberapa hari terakhir bahwa mereka sedang melakukan penilaian ulang atas perannya sebagai mediator.