ERA.id - Hamas mengatakan pihaknya telah menyetujui proposal gencatan senjata dalam perang tujuh bulan di Gaza yang diajukan oleh mediator Qatar dan Mesir. Persetujuan itu terjadi hanya beberapa jam setelah Israel memerintahkan evakuasi warga Palestina di Rafah.
Persetujuan gencatan senjata ini dilakukan oleh kepala biro politik Hamas Ismail Haniyeh melalui sambungan telepon dengan Perdana Menteri Qatar dan Menteri Intelijen Mesir.
"Ismail Haniyeh, kepala biro politik gerakan Hamas, melakukan panggilan telepon dengan Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, dan dengan Menteri Intelijen Mesir, Abbas Kamel, dan memberi tahu mereka tentang persetujuan Hamas atas proposal mengenai perjanjian gencatan senjata,” kata kelompok Palestina dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan di situs resminya, dikutip Al Jazeera, Selasa (7/5/2024).
Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan kesepakatan yang diusulkan tidak memenuhi tuntutan Israel dan pihaknya akan mengirim delegasi untuk bertemu dengan para perunding.
“Meskipun proposal Hamas jauh dari persyaratan yang diperlukan Israel, Israel akan mengirimkan delegasi kerja ke mediator untuk memanfaatkan kemungkinan mencapai kesepakatan di bawah kondisi yang dapat diterima oleh Israel,” katanya dalam sebuah postingan di X.
Rincian lengkap dari proposal tersebut belum jelas.
Khalil al-Hayya, anggota biro politik Hamas, mengatakan kepada Al Jazeera Arab bahwa proposal Qatar-Mesir mencakup penarikan pasukan Israel dari Gaza dan kembalinya warga Palestina yang terlantar ke rumah mereka serta pertukaran tawanan Israel dan tahanan Palestina.
"Usulan tersebut mencakup gencatan senjata tiga tahap, masing-masing tahap berlangsung selama 42 hari," menurut al-Hayya.
Pada tahap pertama, negosiasi tidak langsung melalui mediator mengenai pertukaran tawanan dan tahanan akan dilanjutkan. Penarikan sebagian pasukan Israel dari daerah tertentu juga akan terjadi bersamaan dengan kembalinya keluarga pengungsi ke rumah mereka tanpa hambatan dan aliran bantuan dan bahan bakar ke Gaza.
Pada fase kedua, kata al-Hayya, akan ada penghentian total dan permanen aktivitas militer di Gaza.
Kemudian pada fase terakhir akan fokus pada permulaan rekonstruksi di Gaza pascaperang, yang diawasi oleh Mesir, Qatar, dan badan-badan PBB.
“Sekarang bola ada di tangan Israel,” katanya.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan Washington akan “menahan penilaian” atas pengumuman Hamas sampai mereka punya waktu untuk meninjaunya sepenuhnya.
“Saya dapat mengonfirmasi bahwa Hamas telah mengeluarkan tanggapan. Kami sedang meninjau tanggapan tersebut sekarang dan mendiskusikannya dengan mitra kami di kawasan,” katanya.
“Ini adalah sesuatu yang menjadi prioritas utama bagi semua orang di pemerintahan ini, mulai dari presiden hingga ke bawah,” tambah Miller.
Pernyataan Hamas dirilis setelah pasukan Israel menyerang lokasi di kota Rafah di Jalur Gaza selatan setelah Israel memerintahkan puluhan ribu orang untuk mengungsi. Lebih dari 1,4 juta pengungsi Palestina mencari perlindungan di wilayah tersebut.
Pada hari Senin, Israel mengatakan kabinet perangnya telah menyetujui kelanjutan operasi militer di kota tersebut.
“Kabinet perang dengan suara bulat memutuskan bahwa Israel melanjutkan operasi di Rafah untuk memberikan tekanan militer terhadap Hamas guna mempercepat pembebasan sandera kami dan tujuan perang lainnya,” kata kantor Netanyahu.