ERA.id - Aliansi sayap kiri Prancis, New Popular Front (NPF) mulai mencari calon perdana menteri setelah mengumumkan kemenangannya dalam pemilihan parlemen cepat di negara itu.
Partai-partai NPF mulai berdiskusi secara internal mengenai kandidat yang harus diusulkan sebagai perdana menteri berikutnya kepada Presiden Emmanuel Macron, yang akan menunjuk kandidat tersebut untuk membentuk pemerintahan.
Manuel Bompard dari partai La France Insoumise (France Unbowed, LFI) mengatakan kepada penyiar BFMTV bahwa mempertahankan Attal di jabatannya tidak mungkin dapat menghapus suara warga Prancis.
"Hari ini kami bersiap untuk menjalankan pemerintahan, untuk melaksanakan program yang kami miliki," katanya, dikutip Antara, Selasa (9/7/2024).
Presiden Macron pada Senin (8/7) menolak pengunduran diri Perdana Menteri Gabriel Attal dan memintanya untuk tetap menjalankan fungsinya untuk saat ini sampai stabilitas terjamin di negara tersebut, menurut laporan media.
Lalu, kata Bompard, Presiden Macron mempunyai tugas untuk memanggil NPF untuk memerintah negara.
Sikap LFI tersebut didukung oleh Sekretaris Nasional Partai Hijau (EELV) Marine Tondelier, yang mengatakan kepada lembaga penyiaran RTL bahwa Macron hari ini harus 'secara resmi memanggil' agar NPF untuk menunjuk sebuah nama.
Namun, nama yang akan diajukan sedang memecah belah partai-partai. Salah satu tokoh NPF yang merupakan mantan calon presiden dan pendiri LFI Jean-Luc Melenchon merupakan nama yang banyak diperdebatkan.
Tondelier menekankan dalam konteks ini perdana menteri yang baik harus menenangkan negara, menyatukan bloknya sendiri. Meski demikian, pemimpin kelompok parlemen LFI Mathilde Panot mengatakan bahwa opsi Melenchon tidak dikecualikan.
"Dia adalah orang yang mengajarkan sayap kiri bahwa mereka bisa menang lagi," katanya, seraya menambahakan bahwa diskusi terus berlanjut.
Adapun New Popular Front (NPF) dapat memenangkan lebih dari 180 kursi di Majelis Nasional, menurut proyeksi terbaru berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri.
Aliansi berhaluan tengah, Together for the Republic, yang didukung oleh Macron, menempati posisi kedua dengan lebih dari 160 kursi, sementara partai sayap kanan Front Nasional (RN) pimpinan Marine Le Pen memperoleh lebih dari 140 kursi.
Majelis Nasional memiliki 577 kursi dan tidak satupun dari tiga aliansi utama diperkirakan akan memenangkan mayoritas absolut dari 289 anggota parlemen.
Putaran pertama diadakan pada 30 Juni, dan 76 calon terpilih. RN menerima 29,26 persen suara sendiri (37 kursi), angka yang naik menjadi lebih dari 33 persen ketika digabungkan dengan sekutunya.
NPF mendapat 28,06 persen (32 kursi), diikuti oleh Together for the Republic dengan sedikit lebih dari 20,04 persen (dua kursi).
Macron membubarkan parlemen dan mengumumkan pemilihan awal setelah RN memenangkan lebih dari 31 persen suara dalam pemilihan Parlemen Eropa pada 9 Juni, mengalahkan blok sentrisnya.