ERA.id - Dokumen intelijen Israel yang bocor ke publik perlahan mulai terungkap. Kebocoran dokumen itu melinatkan seorang ajudan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Pengadilan memberikan perintah sebagian yang mengizinkan diungkapnya dokumen rahasia intelijen tersebut. Dalam putusan hakim yang mencabut sebagian perintah tersebut telah memberikan gambaran awal tentang kasus yang menurut pengadilan telah membahayakan sumber keamanan dan mungkin telah merugikan upaya Israel untuk membebaskan para sandera.
"Informasi intelijen rahasia dan sensitif diambil dari sistem IDF (Pasukan Pertahanan Israel) dan dibawa keluar secara ilegal," kata putusan Pengadilan Magistrat Rishon Le-Zion, dikutip Reuters, Senin (4/11/2024).
Putusan itu juga menjelaskan bahwa dokumen itu dapat menimbulkan kerusakan serius pada keamanan negara dan menimbulkan risiko bagi sumber informasi. Dalam hal itu, pengadilan mengatakan, kebocoran tersebut dapat merusak upaya untuk membebaskan para sandera.
Di sisi lain, Netanyahu membantah adanya kesalahan yang dilakukan oleh staf kantornya. Saat itu dia mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa ia baru mengetahui dokumen yang bocor tersebut dari media.
Diketahui, keempat tersangka terdiri dari satu juru bicara dari lingkaran Netanyahu dan tiga di antaranya anggota lembaga keamanan.
Laporan itu menyebutkan bahwa rincian dari dokumen yang dimaksud akan dipublikasikan oleh surat kabar Bild Jerman pada tanggal 6 September, menurut surat kabar Israel Haaretz.
Israel Haaretz sendiri merupakan salah satu media yang telah mengajukan banding ke pengadilan untuk mencabut perintah pembungkaman tersebut.
Artikel yang diberi label eksklusif itu konon menguraikan strategi negosiasi Hamas, kelompok militan Palestina yang telah diperangi Israel di Gaza selama lebih dari setahun.
Di waktu yang bersamaan, Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir memediasi pembicaraan gencatan senjata antara Israel dan Hamas, yang akan mencakup kesepakatan untuk membebaskan sandera yang ditahan di Gaza.
Namun pembicaraan tersebut gagal karena Israel dan Hamas saling menyalahkan atas kebuntuan tersebut. Artikel yang dimaksud sebagian besar sesuai dengan tuduhan Netanyahu terhadap Hamas atas kebuntuan tersebut.
Artikel itu diterbitkan beberapa hari setelah enam sandera Israel ditemukan dieksekusi di terowongan Hamas di Gaza selatan. Pembunuhan mereka memicu protes massal di Israel dan membuat marah keluarga sandera, yang menuduh Netanyahu menggagalkan perundingan gencatan senjata karena alasan politik.
Pada hari Sabtu, beberapa keluarga bergabung dengan seruan jurnalis Israel untuk mencabut perintah pembungkaman.
"Orang-orang ini telah hidup dalam pusaran rumor dan setengah kebenaran," kata pengacara mereka, Dana Pugach.
"Selama setahun terakhir, mereka telah menunggu untuk mendengar informasi intelijen atau informasi apa pun tentang negosiasi pembebasan para sandera tersebut. Jika sebagian informasi itu telah dicuri dari sumber militer, maka kami pikir keluarga tersebut berhak untuk mengetahui detail yang relevan," tambahnya.
Selain itu, penyelidikan yang dilakukan oleh dinas keamanan dalam negeri Shin Bet, polisi, dan militer, pengadilan memerintahkan satu tersangka untuk dibebaskan, sementara yang lainnya ditahan, menurut Haaretz.
Ketika ditanya tentang penyelidikan tersebut, Bild mengatakan bahwa mereka tidak mengomentari sumbernya.
"Keaslian dokumen yang kami ketahui dikonfirmasi oleh IDF (Pasukan Pertahanan Israel) segera setelah dipublikasikan," katanya.
Perang di Gaza meletus setelah militan pimpinan Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023, menewaskan sekitar 1.200 orang dan membawa 251 sandera kembali ke daerah kantong itu, menurut penghitungan Israel.
Serangan balasan Israel telah menewaskan lebih dari 43.000 warga Palestina dan menghancurkan sebagian besar Gaza.