ERA.id - Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan terus mendalami keberadaan sindikat untuk mengetahui ada atau tidaknya keterlibatan pihak lain dalam kasus tiga warga negara asing asal Pakistan yang mencoba masuk ke wilayah Indonesia menggunakan paspor Prancis diduga palsu.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Soekarno-Hatta Johanes Fanny Satria mengatakan bahwa pihaknya sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait kasus itu.
"Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta saat ini sedang melakukan proses penyelidikan lebih lanjut atau prapenyidikan dibantu oleh Direktorat Pengawasan dan Penindakan Ditjen Imigrasi untuk mendalami lebih lanjut keterlibatan sindikat atau jaringan terkait penyelundupan manusia ini," katanya, dikutip Antara, Senin (17/2/2025).
Tiga orang warga negara asing (WNA) asal Pakistan berinisial SZR, TS, dan MZ terbang dari Lahore, Pakistan, menuju Bangkok, Thailand, dan melanjutkan perjalanan ke Jakarta. Mereka tiba di Terminal 3 Kedatangan Internasional Bandara Soekarno-Hatta pada Rabu (12/2).
SZR, TS, dan MZ hendak transit di Indonesia dengan tujuan utama ke Eropa, tetapi niat itu gagal. Mereka tidak berhasil masuk ke Indonesia karena paspor Prancis yang digunakan saat melewati mesin autogate tidak terdeteksi.
Setelah berkali-kali mencoba melintas, mesin autogate tidak bisa memindai paspor yang digunakan. Karena tidak kunjung terdeteksi, petugas imigrasi lantas curiga dan melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap tiga WNA Pakistan itu.
Lebih lanjut, pihak imigrasi mendapati bahwa SZR, TS, dan MZ ternyata bertujuan ke negara di Eropa. Mereka memperoleh paspor Prancis palsu dari seorang WNA Sri Lanka berinisial WJ yang dikenal dari Facebook.
Tiga WNA Pakistan itu sepakat membayar 1.000 dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp17 juta kepada WJ sebagai imbalan atas pembuatan paspor Prancis tersebut.
WJ menyarankan SZR, TS, dan MZ untuk transit di Indonesia sebelum berangkat ke Eropa. WJ juga menyarankan tiga orang itu menggunakan paspor Pakistan saat tiba di Thailand dan diganti dengan paspor Prancis saat tiba di Indonesia.
Menurut Fanny, pelaku SZR yang diduga sebagai aktor utama sempat ke Indonesia pada 2 Januari 2025. Tujuannya ketika itu adalah untuk mempelajari cara masuk ke wilayah Indonesia.
Ketika pertama kali datang ke Indonesia, SZR menggunakan identitas yang benar sehingga tidak terdeteksi kesalahan dokumen perjalanan dan berhasil kembali ke negaranya dengan paspor asli.
Kemudian, pada 12 Februari 2025, SZR mencoba kembali masuk ke Indonesia dengan membawa dua orang lainnya yang juga WNA Pakistan. Akan tetapi, mereka menggunakan paspor Prancis yang diduga palsu, alih-alih paspor Pakistan.
"Jadi, memang motifnya untuk tindak pidana penyelundupan manusia, untuk transit di Indonesia, untuk selanjutnya menuju ke negara ketiga, yaitu tujuannya ke Eropa, makanya menggunakan paspor Prancis palsu," kata Fanny.
Tiga WNA Pakistan itu sedang diperiksa petugas atas dugaan tindak pidana keimigrasian, yakni perbuatan menggunakan dokumen perjalanan palsu.
Mereka dijerat dengan Pasal 119 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp500 juta