ERA.id - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberlakukan tarif timbal balik atau reciprocal tariff yang diteken pada Rabu (2/4) waktu setempat.
Berdasarkan unggahan Gedung Putih di Instagram, @whitehouse, sekitar 60 negara bakal dikenakan tarif timbal balik separuh dari tarif yang mereka berlakukan terhadap AS. Salah satunya Indonesia.
Terkait hal tersebut, Menteri Keuangan AS Scott Bessent meminta negara-negara yang terkena dampak kenaikan tarif impor tak melakukan perlawanan untuk menghindari eskalasi lebih lanjut.
"Saran saya kepada setiap negara saat ini adalah: jangan membalas. Diam saja. Terima dulu. Lihat bagaimana perkembangannya. Karena jika kalian membalas, maka akan terjadi eskalasi. Jika tidak membalas, ini adalah batas tertingginya," ujarnya, dilansir dari Antara, Kamis (3/4/2025).
Pernyataan tersebut juga menegaskan bahwa AS tidak akan memberlakukan tarif pada barang-barang impor yang penting bagi sektor manufaktur dan keamanan nasional, seperti baja, aluminium, otomotif dan suku cadangnya, tembaga, farmasi, semikonduktor, serta kayu, emas batangan, energi, dan beberapa mineral tertentu yang tidak tersedia di AS.
Selain itu, Presiden AS Donald Trump memiliki kewenangan untuk menaikkan tarif timbal balik jika negara mitra dagang memutuskan untuk melakukan tindakan balasan.
Sebagai informasi, dengan kebijakan tersebut AS akan menerapkan tarif 10 persen terhadap semua impor asing mulai 5 April 2025, sementara tarif yang lebih tinggi bagi negara-negara dengan defisit perdagangan terbesar dengan AS akan diberlakukan mulai 9 April 2025.
Trump akan memberlakukan "tarif timbal balik yang lebih tinggi dan disesuaikan" untuk setiap negara dan kawasan yang "memiliki defisit perdagangan terbesar" dengan AS, demikian menurut sebuah dokumen Gedung Putih. Kebijakan tersebut akan mulai diberlakukan per 9 April 2025.
Dalam pidatonya di Rose Garden di Gedung Putih, Trump mempresentasikan sebuah bagan mengenai "tarif timbal balik". Bagan itu menjelaskan bahwa setiap negara dan kawasan akan menerima tingkat tarif yang berbeda.
Sebagai contoh, China akan dikenai tarif 34 persen. Sedangkan Uni Eropa 20 persen, Vietnam 46 persen, Jepang 24 persen, India 26 persen, Korea Selatan 25 persen, Thailand 36 persen, Swiss 31 persen, Indonesia 32 persen, Malaysia 24 persen, dan Kamboja 49 persen.
Sementara itu, beberapa kategori barang tertentu tidak akan dikenai tarif timbal-balik, termasuk baja dan aluminium, mobil dan suku cadang mobil yang sudah dikenai tarif Pasal 232, tembaga, farmasi, semikonduktor, serta kayu, papar Gedung Putih.