ERA.id - Pemerintah China menyatakan sikap tegas terhadap pengenaan tarif tambahan 50 persen oleh Amerika Serikat. China menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mundur atas keputusan tersebut.
"Kami tidak akan menoleransi segala upaya untuk merugikan kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunan China. Kami akan terus mengambil tindakan tegas dan kuat untuk melindungi hak dan kepentingan sah kami," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian, dilansir Antara, Rabu (10/4/2025).
Ancaman tarif tambahan itu sebelumnya disampaikan Donald Trump lewat unggahan di media sosialnya. Pada unggahan itu, Trump mengancam akan mengenakan tarif tambahan sebesar 50 persen jika China tidak membatalkan tarif balasan 34 persennya paling lambat Selasa (8/4).
Tarif tambahan itu dikatakan Trump mulai berlaku pada 9 April 2025. Selain itu, Trump juga mengatakan semua pembicaraan dengan China akan dihentikan sementara negosiasi dengan negara lain akan segera dimulai.
Bila hal tersebut benar-benar dilakukan oleh Trump, artinya barang-barang asal China akan dikenakan tarif impor sangat tinggi yaitu 104 persen.
"Kami tidak akan membiarkan siapa pun merampas hak sah rakyat China untuk membangun," tegas Lin Jian.
Lin Jian mengatakan penyalahgunaan tarif oleh AS sangat melanggar hak dan kepentingan sah negara lain, melanggar aturan WTO, merusak sistem perdagangan multilateral berbasis aturan, dan berdampak pada stabilitas tatanan ekonomi global.
"Ini adalah langkah khas unilateralisme, proteksionisme, dan intimidasi ekonomi, yang ditentang luas oleh masyarakat internasional. China prihatin dan menolaknya," tegas Lin Jian.
Masyarakat China, ungkap Lin Jian, bukanlah pembuat masalah, tetapi tidak akan gentar saat masalah menghampiri.
"Intimidasi, ancaman, dan tekanan bukanlah cara yang tepat untuk berinteraksi dengan China. Jika AS memutuskan untuk hanya peduli dengan kepentingan AS sendiri, China, dan seluruh dunia, bertekad untuk melawan tarif dan perang dagang, respons China akan terus berlanjut sampai akhir," kata Lin Jian.
Terkait dengan apakah China dan AS akan melakukan perundingan dagang, Lin Jian menyebut, bila dilihat dari tindakannya, AS tampaknya tidak serius untuk berunding saat ini.
"Jika AS benar-benar ingin berunding, AS harus menunjukkan kepada dunia bahwa mereka siap memperlakukan pihak lain dengan setara, hormat dan saling menguntungkan," tuturnya.
Sedangkan Kementerian Perdagangan China juga mengatakan jika AS terus melanjutkan penerapan langkah-langkah kenaikan tarif, China akan mengambil tindakan balasan yang tegas.
Apa yang disebut "tarif timbal balik" oleh AS terhadap China, menurut Kementerian Perdagangan China, sama sekali tidak berdasar dan merupakan contoh khas dari intimidasi sepihak.
Tindakan balasan China dinilai sepenuhnya dibenarkan karena bertujuan untuk menegakkan kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunan China sekaligus menjaga tatanan perdagangan internasional yang normal.
"Ancaman AS untuk meningkatkan tarif adalah dua kali lipat keliru, sekali lagi mengungkap sifat pemerasannya. China dengan tegas menolak tindakan tersebut. Jika AS terus melakukan tindakan gegabah ini, China akan menanggapi dengan tegas hingga akhir," demikian disampaikan oleh Kementerian Perdagangan China.
Trump awalnya mengenakan tarif 10 persen untuk semua barang China pada bulan Februari 2025 tanpa pengecualian karena menilai China ikut terlibat dalam membantu imigrasi ilegal dan menyelundupkan fentanil ke AS.
Pada Maret 2025, Trump lalu mengenakan tarif 20 persen kepada semua barang asal China dengan alasan yang sama. Kemudian pada 2 April, Trump mengumumkan kombinasi tarif universal senilai 10 persen dan tarif timbal balik terhadap berbagai negara dan entitas, termasuk China yang dikenai tarif sebesar 34 persen.
Atas tindakan Trump tersebut maka pada 4 April, China mengumumkan pengenaan tarif tambahan sebesar 34 persen atas barang-barang asal AS, selain tarif yang sudah berlaku saat ini.
Bila Trump benar-benar menerapkan tambahan tarif 50 persen, artinya, barang asal China akan kena tarif 104 persen dari harga asli barang, padahal China tercatat eksportir terbesar kedua AS yaitu senilai 439 miliar dolar AS dengan barang berupa ponsel pintar, komputer, furnitur, mainan dan produk lainnya. Sedangkan AS sendiri mengekspor 144 miliar dolar AS ke China.