ERA.id - Lagi-lagi, serangan siber terhadap institusi asing dialamatkan ke pemerintah China. Kali ini jejak kelompok peretas China ditemukan mengarah ke pusat Gereja Katolik di Vatikan.
Beberapa bulan lagi sebenarnya wakil Vatikan dan China akan duduk semeja untuk menegosiasikan kontrol gereja Katolik di China. Namun, sebelum negosiasi itu berjalan di bulan September nanti, petinggi Beijing sepertinya ingin mencuri start. Mereka berusaha mencari tahu strategi Tahta Suci Vatikan dalam bernegosiasi. Hal ini dikatakan dalam laporan yang dirilis Recorded Future, sebuah firma intelijen, pada Selasa (28/7/2020).
Laporan itu menduga kelompok peretas siber China, seperti Mustang Panda dan RedDelta, berusaha menyusupkan virus ke dalam jaringan internal Vatikan.
"Riset kami menemukan ada sejumlah upaya yang didukung negara yang menyasar beberapa petinggi di Gereja Katolik beberapa saat sebelum diperbaruinya perjanjian Vatikan-Cina pada September 2020," kata analisa Recorded Future.
Meretas sistem informasi Vatikan, kata laporan itu, adalah bagian dari rencana China untuk mengendalikan gereja Katolik di China, yang para pemimpinnya tidak mendapat persetujuan dari Asosiasi Patriotik China.
Status gereja dan wewenang pemilihan uskup Katolik di Cina akan menjadi titik pangkal dari negosiasi di bulan September nanti.
China juga dikabarkan terus mengawasi posisi Vatikan mengenai demonstrasi pro-demokrasi yang ada di Hong Kong, kata laporan tersebut.
Juru bicara Vatikan menolak berkomentar, seperti dilaporkan oleh CNN, Rabu (29.7/2020). Demikian pula pihak Kementerian Luar Negeri belum memberi tanggapan atas laporan tersebut.
Namun, koran the New York Times menuliskan dalam laporannya bahwa otoritas China menyangkal tuduhan laporan tersebut, dan menganggap seluruh tuduhannya "spekulasi tak berdasar."
Amazing commentary on @RecordedFuture research by the Chinese Ministry of Foreign Affairs. Completely content free. https://t.co/HSv402V7Lg
— Christopher Ahlberg (@cahlberg) July 29, 2020
Unit riset Recorded Future selama ini mengawasi penyebar ancaman siber, termasuk para peretas China yang didanai oleh negara. Analis tim tersebut mengatakan bahwa, "ini merupakan gelagat yang biasa untuk China, yang telah melakukan hal ini selama beberapa tahun terakhir."
Cara kerja peretas tersebut tidak terlalu canggih. Salah satu caranya adalah dengan memakai taktik 'spear phishing', yaitu menyebar surel berisi hyperlink menuju situs web palsu. Namun, kata laporan tersebut, para peretas tersebut "cukup teliti."
Salah satu pancingan mereka adalah surat permintaan maaf dari Kardinal Pietro Parolin, yang adalah Sekretaris Negara Vatikan. Email itu diarahkan ke seorang pemimpin geraja di Hong Kong yang akan menjadi peserta utama dalam negosiasi nanti. Jika diklik, link tersebut akan menginfeksi komputer.
Sebuah upaya peretasan lainnya meninggalkan jejak RedDelta, sebuah grup peretas yang didanai oleh China, kata laporan tersebut.
Petinggi Vatikan telah diberitahu mengenai ancaman peretasan yang prosesnya sudah dimulai sejak Mei lalu.