ERA.id - Di usia 96 tahun, Giuseppe Paterno telah menghadapi banyak ujian hidup, mulai dari masa kecil yang miskin, perang, dan pandemi virus korona. Tapi, baru-baru ini dia berhasil menjalani satu ujian lagi yang membuatnya digelari sarjana tertua Italia.
Paterno, seorang mantan pekerja jawatan kereta api Italia, pekan lalu menerima ijazah dan mahkota bunga yang biasa diberikan kepada seorang sarjana di Italia. Ia mendapat banyak tepuk tangan dari keluarga, guru, dan sesama murid yang berumur 70 tahun lebih muda darinya, seperti dilaporkan Reuters.
"Saya orang biasa, seperti banyak orang lainnya," kata dia ketika ditanyai soal apa yang ia rasakan setelah bisa lulus di usianya. "Dalam hal usia, saya di atas teman-teman seangkatan saya, namun, aku tidak kuliah hanya untuk itu."
Ia telah berusia di atas 90 ketika mendaftar di program Sejarah dan Filsafat di Universitas Palermo. Sejak awal, ia memang sudah mencintai buku, namun, ia jarang memiliki waktu untuk studi.
"Ya, itulah. 'Sekarang atau tidak sama sekali.' Maka, pada tahun 2017 saya memilih untuk mendaftar kuliah," katanya pada Reuters di apartemennya di kota Sisilia. Karena situasi pandemi COVID-19, ia jarang keluar dari kediamannya tersebut.
"Saya paham bahwa saya sudah cukup terlambat untuk menyelesaikan program sarjana selama tiga tahun. Namun, saya berkata pada diri sendiri 'coba lihat apakah aku bisa melakukannya'."
Rabu lalu (29/7/2020) ia lulus dengan skor yang tinggi dan mendapat gelar tertinggi, sehingga mendapat ucapan selamat dari rektor universitas Fabrizio Micari.
🎓Congratulazioni da tutta la Comunità accademica a Giuseppe Paternò, neolaureato in "Studi Filosofici e Storici".
Giuseppe, classe 1923, è stato proclamato dottore a quasi 97 anni dal Rettore di #UniPa, prof. Fabrizio Micari
ℹ️ https://t.co/dcioDP7Wbl pic.twitter.com/3jF4oMfHMx
— UniPa (@unipa_it) July 29, 2020
Mendapat gelar sarjana adalah suatu lompatan besar dibandingkan pendidikannya yang minim pada tahun-tahun sebelum Krisis Besar. Di saat muda, ia bergabung dengan Angkatan Laut Italia dan berlaga di Perang Dunia II. Selepas masa perang, ia bekerja di perusahaan kereta api, menikah, dan memiliki dua anak.
Di masyarakat Italia yang remuk akibat perang dan mencoba bangkit, pekerjaan dan keluarga adalah dua prioritas utama. Namun, Paterno juga ingin belajar. Ia lulus dari SMP di umur 31 tahun. Dan ia selalu punya gelora untuk belajar lebih tinggi lagi.
"Pengetahuan adalah koper yang akan selalu saya bawa. Ini adalah harta saya," kata dia.
Sebagai mahasiswa, ia mengetik esai menggunakan mesin tik manual yang diberikan ibunya ketika ia pensiun dari perusahaan kereta api pada tahun 1984. Ia lebih menyukai baca buku secara langsung, daripada melakukan riset via Google. Ia juga tidak tertarik lagi pergi pesta bersama sesama mahasiswa yang masih berusia 20an tahun, meski mereka sangat ramah padanya.
Paterno mengaku agak tidak nyaman jika pertemuan di ruang kelas harus digantikan oleh video call selama lockdown virus korona. Namun, ia mengaku tidak gentar atas pandemi korona ini.
"Semua peristiwa ini membuat kita makin kuat. Orang-orang sebayaku dan mereka yang masih hidup saat ini akan makin kuat," kata dia. "Hal ini tidak terlalu membuat kami takut."
Ketika ditanyai tentang apa yang akan dia lakukan setelah mendapat gelar sarjana, ia mengaku tak akan berhenti di titel tersebut.
"Rencanaku untuk masa depan adalah mencurahkan waktu untuk menulis. Aku mau membaca lagi buku dan teks yang belum sempat aku baca lebih lanjut. Itulah target yang ingin saya capai."