ERA.id - Harga minyak mentah berjangka Brent berada di level tertinggi sejak awal Maret pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB). Kenaikan ini didorong harapan Amerika Serikat membuat kemajuan pada paket stimulus baru ekonomi, serta menahan penyebaran COVID-19.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober naik 28 sen atau 0,6 persen menjadi ditutup pada 44,43 dolar AS per barel, penutupan tertinggi sejak 6 Maret.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September naik 69 sen atau 1,7 persen, menjadi menetap di 41,70 dolar AS per barel, penyelesaian tertinggi sejak 21 Juli. Pada pagi hari, baik Brent maupun WTI diperdagangkan pada level tertinggi sejak awal Maret.
Pergerakan harga itu terjadi menjelang rilis laporan industri pada Selasa (4/8/2020) malam dari American Petroleum Institute (API) yang diperkirakan akan menunjukkan penurunan stok minyak mentah AS pekan lalu.
"Harga minyak berubah positif karena harapan stimulus dan setelah putaran positif data ekonomi menunjukkan pemulihan manufaktur berlanjut pada Juni," Edward Moya, analis pasar senior di OANDA di New York, mengatakan, menunjuk ke data manufaktur yang lebih baik dari yang diperkirakan di Asia, Eropa, dan Amerika Serikat.
Negosiasi antara Demokrat di kongres dan Gedung Putih pada putaran baru bantuan virus korona telah mulai bergerak ke arah yang benar, meskipun kedua belah pihak masih berjauhan, kata petinggi Demokrat di Senat AS pada Selasa (4/8/2020).
Kasus-kasus baru virus corona di AS turun di bawah 50.000 selama akhir pekan untuk pertama kalinya sejak awal Juli, menurut Pusat Pengendalian Penyakit AS.
Meskipun terjadi kenaikan harga pada Selasa (4/8/2020), para pedagang mengatakan minyak mentah tetap di bawah tekanan karena kekhawatiran gelombang baru infeksi COVID-19 di tempat lain di dunia akan menghambat pemulihan permintaan, di sisi lain produsen-produsen utama meningkatkan produksinya.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, meningkatkan produksi bulan ini sekitar 1,5 juta barel per hari. Produsen-produsen AS juga berencana untuk memulai kembali produksi yang ditutup.
Di Eropa dan Asia, sementara itu, kekhawatiran meningkat bahwa virus corona mungkin menyebar dalam gelombang kedua global, kata Paola Rodriguez Masiu dari Rystad Energy.