ERA.id - Unit intelijen militer Rusia (GRU) merencanakan serangan siber terhadap Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo, Jepang, yang sedianya dijalankan musim panas lalu, ungkap Pusat Keamanan Siber Inggris yang bekerja sama dengan agen intelijen Amerika Serikat.
Skema serangan siber Rusia menyasar para penyelenggara hingga layanan logistik dan sponsor Olimpiade. Seperti dilansir The Guardian, serangan tengah dijalankan ketika Komite Olimpiade Internasional (IOC) memutuskan menunda Olimpiade Tokyo 2020 ke tahun depan akibat pandemi virus korona.
Pemerintah Inggris sangat yakin bahwa serangan siber ke Olimpiade Tokyo merupakan kelanjutan rangkaian serangan intelijen negara Rusia terhadap sejumlah gelaran olah raga. Sebelumnya, Rusia kepergok berusaha mengganggu jalannya Olimpiade dan Paralimpiade Musim Dingin 2018 di kota Pyeongchang, Korea Selatan.
Kerjasama intelijen Inggris-AS "95 persen yakin" bahwa aktor di balik serangan siber pada Olimpiade Musim Panas dan Musim Dingin adalah unit intelijen militer Rusia (GRU) unit 74455, atau dikenal dengan sebutan "Sandworm" di kalangan intelijen.
GRU Unit 74455 juga yang dianggap bertanggungjawab atas beredarnya malware "NotPetya" yang menyerang institusi vital Amerika Serikat seperti rumah sakit di Pennsylvania. Pada 2018, unit ini juga menyebar malware penghapus data ke sistem IT Olimpiade Musim Dingin.
Asisten jaksa agung AS John Demers, seperti dikutip The Guardian, menyebut bahwa serangan pada acara Olimpiade dimaksudkan sebagai pembalasan atas investigasi penggunaan doping pada tim olahraga Rusia. Negara tersebut pada Desember 2019 telah dilarang berlaga di seluruh kompetisi olahraga tingkat dunia oleh the World-wide Anti-Doping Agency (WADA), lantaran agen anti-doping Rusia ditemukan telah mengubah data laboratorium yang dikumpulkan ke tim penyidik pada Januari 2019.
Rusia dilarang berlaga secara internasional selama 4 tahun ke depan.
"Seperti ditunjukkan lewat kasus ini, tak ada satu negarapun yang menggunakan kapasitas siber mereka secara jahat dan tak bertanggungjawab seperti Rusia, hingga menyebabkan banyak dampak turunan hanya demi keuntungan taktis yang tak seberapa," kata Demers, menambahkan bahwa serangan Rusia menyebabkan tiga institusi AS rugi 1 miliar dolar (Rp13,3 triliun).