ERA.id - Dr Rachel Levine, seorang pakar kesehatan anak dan psikolog, diangkat menjadi asisten sekretaris kesehatan Amerika Serikat, setelah pencalonannya disetujui oleh Senat AS, Rabu, (24/3/2021). Dr Levine menjadi sosok transgender pertama yang memegang posisi tersebut di AS.
Melansir dari Al Jazeera, konfirmasi atas Dr Levine, yang sebelumnya memimpin departemen kesehatan di negara bagian Pennsylvania, mendapat dukungan dari dua senator Partai Republikan.
Pengangkatan Dr Levine sebagai pejabat top Departemen Kesehatan AS mendapat dukungan dari kelompok advokasi hak kaum LGBTQ. Momen ini dianggap sebagai sebuah terobosan yang bersejarah.
"Sejarah telah terjadi," sebut Human Rights Campaign, sebuah organisasi hak LGBTQ, via Twitter. "Kaum transgender adalah sosok pemimpin, pembaharu, dan pembuat perubahan. Dan kami pantas mendapat tempat di setiap kesempatan."
Presiden Joe Biden menyebut bahwa Dr Levine akan menunjukkan kepemimpinan dan keahlian yang diperlukan agar warga AS bisa melampaui wabah COVID-19, "tanpa memedulikan alamat rumah, ras, agama, orientasi seksual, identitas gender, atau kebutuhan khusus."
Pemilihan Dr Levine terjadi di tengah masa yang sulit bagi kaum transgender di AS, yaitu ketika sejumlah negara bagian menerbitkan RUU yang tampak hendak membatasi akses kaum transgender.
Salah satu RUU, yang diajukan di setidaknya 25 negara bagian, hendak melarang perempuan transgender dari kompetisi olah raga perempuan di lingkup universitas, seperti diwartakan kantor berita Associated Press.
Selama sesi konfirmasi, seorang senator Republikan, Rand Paul, mengkonfrontasi Levine terkait terapi hormon dan pubertas bagi anak-anak transgender.
"Apakah Anda percaya bahwa anak di bawah umur mampu membuat keputusan yang sangat signifikan bagi hidup mereka, termasuk soal mengubah jenis kelamin?" kata Paul.
Levine, lapor Al Jazeera, menyebut bahwa terapi pengobatan transgender tetap menjadi sesuatu yang kompleks dan membutuhkan riset yang mendalam serta prosedur standar yang jelas.
Levine adalah lulusan Universitas Harvard dan Tulane Medical School, serta telah menulis laporan terkait krisis opium, ganja medis hingga terapi pengobatan untuk remaja. Ia mengaku bangga dengan karyanya menangani pandemi COVID-19 dan mempromosikan "kesadaran terkait kesetaraan kaum LGBTQ".