ERA.id - Parlemen New Zealand pada Rabu, (24/3/2021), secara aklamasi menyetujui RUU yang bakal memberi hak cuti tanpa pemotongan gaji selama tiga hari pada tiap pasangan yang berduka karena mengalami keguguran bayi. Keputusan parlemen New Zealand tampaknya menjadi yang pertama terjadi di dunia.
Perusahaan di New Zealand, seperti dilaporkan koran New York Times, sebenarnya telah diwajibkan untuk memberi cuti tanpa pemotongan gaji kepada siapapun yang mengalami keguguran kandungan di pekan ke-20 kehamilan atau lebih. Aturan yang disahkan, Rabu, memperjelas hukum tersebut sehingga tidak ada batasan waktu tertentu bagi suatu pasangan untuk mendapat hak cuti saat keguguran.
Aturan ini diharapkan bakal mulai berlaku dalam beberapa pekan mendatang.
"Saya rasa aturan ini akan memberanikan para wanita untuk memohon hak cuti jika mereka memang memerlukan, alih-alih bersikap dingin dan menjalani hari seakan tidak ada yang terjadi padahal mereka perlu waktu untuk secara fisik dan psikologis menyembuhkan rasa duka," kata Ginny Andersen, politisi Partai Buruh yang menulis RUU tersebut.
Andersen mengaku ia belum pernah melihat aturan semacam itu di negara manapun di dunia. "Kita mungkin negara pertama," kata dia. "Namun, negara-negara yang kerap disandingkan dengan New Zealand umumnya mengakui batasan waktu 20 pekan tersebut."
Namun, cuti ini tidak berlaku bagi perempuan yang kehilangan bayi karena aborsi, meski New Zealand telah mendekriminalisasi aborsi pada tahun lalu.
Pemberian cuti pada pasangan yang mengalami keguguran sendiri berbeda-beda di tiap negara. Di Australia, tiap karyawan boleh mendapat cuti, dengan gaji dipotong, bila mengalami keguguran di pekan 12 kehamilan. Sementara, di Inggris, calon orang tua yang mengalami keguguran minimal di pekan ke-24 boleh mendapat cuti tanpa potongan gaji. Amerika Serikat tidak memiliki aturan semacam ini.
Frekuensi keguguran kandungan di New Zealand, seperti disebut organisasi Sands New Zealand, terjadi dalam 5.900 hingga 11.800 kasus tiap tahunnya. Lebih dari 95 persen kasus tersebut terjadi saat kandungan mencapai pekan ke 12 hingga 14, sebut data New Zealand College of Midwives yang dikutip New York Times.