Rakyat Myanmar Lanjutkan Boikot: Tolak Bayar Listrik Hingga Setop Sekolahkan Anak

| 26 Apr 2021 14:36
Rakyat Myanmar Lanjutkan Boikot: Tolak Bayar Listrik Hingga Setop Sekolahkan Anak
Pengunjuk rasa di kota Yangon, Senin, 29 April 2021, menyuarakan penolakan mereka atas kesepakatan yang dilakukan Jenderal Min Aung Hlaing dan petinggi ASEAN. (Foto: @cape_diamond/Twitter)

ERA.id - Para aktivis yang beroposisi dengan junta militer Myanmar pada Senin, (26/4/2021), mendesak warga untuk berhenti membayar tagihan listrik dan pinjaman industri perkebunan setempat, bahkan meminta warga tidak menyekolahkan anaknya dulu.

Aksi pembangkangan sipil - yang oleh banyak pengamat dianggap bakal meningkatkan risiko kelaparan dan ambruknya ekonomi - semakin intensif setelah Jenderal Senior Min Aung Hlaing membuat keputusan dengan kepala negara Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), Sabtu, (24/4/2021).

Kesepakatan, yang dinamai 'lima poin konsensu', tidak menyinggung apapun terkait tahanan politik yang ditangkap junta Myanmar. Kesepakatan ini juga tidak memua lini waktu yang jelas perihal pelaksanaannya.

Di Myanmar, 751 orang tewas di tangan aparat, sebut sebuah kelompok pengawasan aktivis sosial, dikutip Reuters.

Kelompok advokasi Assistance Association for Political Prisoners juga menyebut ada 3.431 orang yang ditahan karena menolak kudeta.

Aktivis pro-demokrasi Myanmar pada Senin mendesak warga untuk lebih keras memboikot pemerintahan junta dengan tidak membayar tagihan listrik dan pinjaman-pinjaman mereka.

"Mari semuanya, kita semua yang tinggal di kota, daerah, dan seluruh negara bagian, mari bekerja sama untuk menyukseskan boikot terhadap junta militer," sebut aktiis Khant Wal Phyo dalam pidato yang ia lontarkan di tengah unjuk rasa di kota Monywa, Minggu.

"Kita tidak ikut dalam sistem mereka. Kita tidak bekerjasama dengan mereka."

Juru bicara junta Myanmar tidak bisa dihubungi saat akan dimintai konfirmasi, sebut Reuters.

Pemimpin pemerintahan demokratis yang sah di Myanmar, Aung San Suu Kyi, saat ini ditahan atas tuduhan melanggar undang-undang jaman kolonial terkait pertahanan negara. Bila diputuskan bersalah, ia bisa mendekam di penjara selama 14 tahun.

Suu Kyi dijadwalkan bakal hadir dalam persidangan via sambungan video, Senin. Wanita 75 tahun tersebut, yang pernah menerima penghargaan Nobel Perdamaian, hanya diperbolehkan bebricara dengan pengacaranya via sambungan video, sementara ia diawasi ioleh aparat keamanan.

Belum diketahui pula apakah Suu Kyi diberitahu akan adanya gelombang unjuk rasa di seantero Myanmar semenjak pihak militer menggulingkan kekuasaannya.

Rekomendasi