Simalakama Bansos Rp4,9 Juta di AS: Pengangguran Dilindungi Negara, Tapi Jadi Ogah Kerja

| 04 Jun 2021 12:23
Simalakama Bansos Rp4,9 Juta di AS: Pengangguran Dilindungi Negara, Tapi Jadi Ogah Kerja
Ilustrasi tanda pencari kerja. (Foto: Unsplash)

ERA.id - Sejumlah pemilik restoran di Amerika Serikat saat ini tak mampu menangani sibuknya bisnis mereka karena kesulitan mencari karyawan. Bantuan sosial untuk warga pengangguran, senilai 300 dolar AS, dianggap menjadi pemicu warga lebih memilih tidak bekerja sekalian dan mengantongi bansos negara.

Restoran di Amerika Serikat kini tengah sibuk-sibuknya. Dengan makin banyaknya warga AS yang sudah divaksin Covid-19, limit jumlah pengunjung restoran pun ditiadakan. Banyak warga pun berbondong-bondong ke restoran untuk merasakan lagi sensasi makan di rumah makan.

Namun, seperti dilaporkan Al Jazeera, (3/6/2021), tingginya permintaan pelanggan tak sanggup dilayani pemilik restoran karena saat ini mereka kekurangan karyawan. Dan, ternyata, bukaan lowongan kerja di restoran tak menarik minat warga setempat.

"Tantangan terbesar agar bisnis tetap buka saat ini adalah bagaimana caranya bisa mendapatkan karyawan tambahan," sebut Eva Johannesdottir, salah satu pemilik restoran, dikutip dari Al Jazeera.

"Salah satu alasan saya tidak bisa buka restoran lebih dari tiga hari sepekan adalah karena saya kesulitan mencari karyawan."

Pekerja restoran
Ilustrasi pekerja restoran. (Foto: Unsplash)

Banyak Lowongan, Sedikit Peminat

Bisnis restoran adalah industri yang cukup terdapmak oleh pandemi Covid-19 tahun lalu, mengakibatkan hilangnya 3,7 juta pekerjaan dibandingkan tahun sebelumnya, berdasarkan data Biro Statistik Pekerja AS.

Namun, saat ini, dengan makin longgarnya pembatasan dan meluasnya vaksinasi Covid-19, bisnis restoran telah kembali dan memerlukan 1,2 juta lapangan kerja per Maret.

Sayangnya, lowongan-lowongan kerja itu tak banyak diminati warga AS.

Kelangkaan karyawan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, sebut para pakar. Misalnya, terlalu banyak peminat kerja di satu lini hingga calon karyawan yang lantas banting setir ke industri lain. Namun, satu faktor lainnya kelihatan lebih mencolok, yaitu tambahan duit mingguan 300 dolar AS, setara Rp4,3 juta, pada dana bantuan pengangguran di AS.

Beberapa orang menganggap insentif semacam itu justru membuat orang malas keluar rumah dan mencari pekerjaan.

"Banyak orang merasa, saya mau menikmati musim panas saja, menghabiskan waktu bersama keluarga, mengumpulkan bansos, lalu baru mulai bekerja September nanti," sebut Johannesdottir di Al Jazeera.

Pengangguran Berpenghasilan

Bila dilihat secara nominal, bansos pengangguran di AS cukup menguntungkan. Di New Jersey, negara bagian itu sudah menyediakan dana 731 dolar AS per pekan untuk santunan pengangguran. Bila ditambah duit 300 dolar AS dari pemerintah federal, setiap orang yang menganggur otomatis akan mendapatkan duit 1.031 dolar AS, atau setara Rp14,7 juta, per pekan.

Sebagai perbandingan, seorang karyawan biasa di AS dibayar 12 dolar per jam, sehingga penghasilan per pekannya adalah 480 dolar AS per pekan.

Hal ini sampai mendorong 25 negara bagian AS untuk mengundurkan diri dari program santunan pemerintahan federal. Namun, pakar menyebut langkah itu meleset dari isu, karena santunan pemerintah bukan faktor satu-satunya.

Ilustrasi restoran
Ilustrasi: suasana restoran dan tempat kerja di AS yang mulai dipadati warga. (Foto: Unsplash)

Ioana Marinescu, asisten profesor di University of Pennsylvania dan periset di National Bureau of Economic Research, menyebut bahwa besar santunan memang mempengaruhi keinginan warga untuk mencari kerja.

"(Namun,) penyebab utama sulitnya merekrut karyawan adalah kepadatan di pasar pekerja: setiap orang mencoba merekrut karyawan di saat yang sama."

Selain itu, masalah pengasuhan anak juga jadi faktor lain kenapa orang tua memilih tidak bekerja. Disebutkan oleh Bob Schwartz, ekonom senior di Oxford Economics, "mahalnya biaya pengasuhan anak" juga faktor utama langkanya calon karyawan saat ini.

Marinescu menawarkan opsi agar stimulus 300 dolar AS dari pemerintahan federal bisa tetap diterima warga meski mereka bekerja - mengubah program menjadi 'program karayawan PHK'. Hal ini didasari data bahwa "kebanyakan orang baru mulai bekerja ketika program santunan berakhir," kata dia.

Pemberian santunan pada karyawan yang sepmat di-PHK, lalu bekerja kembali, juga bisa mencegah padatnya 'lalu-lintas' pencari kerja di akhir masa program santunan pada September nanti.

Rekomendasi