ERA.id - Seorang pengunjuk rasa tertembak hingga tewas oleh pasukan keamanan di Kota Omdurman, Sudan, pada Senin (6/6), kata lembaga medis.
Tewasnya pengunjuk rasa tersebut menjadikan menambah daftar korban jiwa ke-100 yang berjatuhan sejak Oktober dalam serangkaian protes terhadap kudeta.
Pengunjuk rasa yang tewas pada Senin itu merupakan korban jiwa kedua sejak darurat militer diberlakukan pada 29 Mei dan kemungkinan besar meninggal karena terkena peluru, kata Komite Pusat Dokter Sudan.
Aksi unjuk rasa terus berlangsung sejak kudeta militer pada Oktober. Aksi-aksi tersebut digelar oleh sejumlah komite perlawanan di kota itu.
Sebagian besar korban tewas dalam rangkaian demonstrasi itu adalah kalangan pemuda.
Para pemimpin militer telah berjanji akan menggelar penyelidikan atas orang-orang yang tewas tersebut.
Demonstrasi bermunculan di Omdurman pada Senin untuk memprotes kunjungan pemimpin militer Jenderal Abdel Fattah al-Burhan. Negara itu sejak Januari tidak memiliki perdana menteri.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Afrika pekan ini mengumumkan akan ada pembicaraan langsung dalam upaya mencapai kesepakatan politik.
Namun, Angkatan Kebebasan dan Perubahan --bekas koalisi sipil yang berkuasa-- mengatakan melalui pernyataan bahwa mereka tidak akan berpartisipasi dalam pembicaraan tersebut.
Koalisi itu beralasan bahwa perundingan itu menyertakan kubu-kubu yang mereka katakan mendukung kudeta.
Komite-komite perlawanan, sementara itu, tidak mau berunding dengan pihak militer.
Status darurat militer yang dicabut oleh Jenderal Burhan digambarkan sebagai suatu langkah untuk membangun kepercayaan.
Tetapi satu pekan setelah itu, seorang pengunjuk rasa tertembak dan tewas.