Universitas Xinjiang Tidak Temukan Kerja Paksa Terhadap Muslim Uighur di China: Mereka Bekerja Secara Sukarela

| 05 Jul 2022 07:05
Universitas Xinjiang Tidak Temukan Kerja Paksa Terhadap Muslim Uighur di China: Mereka Bekerja Secara Sukarela
Ilustrasi muslim Uighur (Antara)

ERA.id - Para peneliti dari Xinjiang University di Kota Urumqi, Daerah Otonomi Xinjiang, China, Senin, merilis laporan studi tentang situasi kerja masyarakat setempat dari berbagai latar belakang etnis.

Tim peneliti menghabiskan waktu selama tiga bulan dengan mengunjungi 14 kabupaten dan kota di seluruh pelosok Xinjiang untuk mewawancarai lebih dari 100 pekerja berlatar belakang etnis Uighur, Kazak, Hui, Han, Xibo, Dongxiang, Daur, dan Rusia yang mendiami wilayah barat daya daratan Tiongkok itu.

"Laporan penelitian ini kami persembahkan untuk masyarakat internasional dan semua peneliti, wadah pemikiran, dan lembaga penelitian yang peduli dengan masalah Xinjiang agar bisa mengetahui perkembangan sosial dan ekonomi China dan berbagai upaya penegakan HAM di China," kata peneliti utama Prof Zulhayat Ismail di laman resmi Xinjiang University.

Menurut dia, laporan berjudul "Pernyataan Faktual Kerja yang Layak bagi Masyarakat dari Berbagai Latar Belakang Etnis di Xinjiang" yang dirilis dalam edisi bahasa Mandarin dan Inggris itu merupakan hasil penelitian dan penyelidikan di lapangan secara obyektif yang mencerminkan kondisi nyata situasi kerja masyarakat Xinjiang dari berbagai etnis.

"Saya melihat dengan mata kepala sendiri fenomena masyarakat dari semua kelompok etnis yang bekerja secara sukarela dan mencintai pekerjaan mereka agar kehidupan sehari-hari mereka lebih baik," kata Wakil Rektor Xinjiang University itu.

Zulhayat, yang juga anggota Partai Komunis China (CPC) Komite Xinjiang, juga menyatakan kesediaannya untuk melakukan penjajakan dan diskusi lebih lanjut dengan pihak-pihak lain terkait hasil penelitiannya.

Laporan tersebut sekaligus sebagai tanggapan atas berbagai tuduhan mengenai kerja paksa terhadap etnis minoritas Muslim Uighur di Xinjiang. Beberapa negara Barat menolak kerja sama bisnis dengan sejumlah perusahaan di China yang terkait dengan kerja paksa di Xinjiang.

Menurut statistik, pendapatan per kapita penduduk perkotaan di Xinjiang meningkat dari 17.921 yuan (Rp40,1 juta) pada 2012 menjadi 37.642 yuan (Rp84,3 juta) pada 2021 dan pendapatan per kapita penduduk perdesaan meningkat dari 6.394 yuan (Rp14,3 juta) menjadi 15.575 yuan (Rp34,9 juta).

"Tujuan kerja, emosi, tata cara, dan kearifan lokal di Xinjiang sangat lazim sehingga prosesnya berdasarkan kehendak sendiri para pekerja dan mendapatkan dukungan dari pemerintah. Tidak ada yang namanya 'kerja paksa'," ujar Zuhayat menegaskan.

Rekomendasi