Padahal sajadah merupakan salah satu perlengkapan yang biasanya selalu dibawanya jika bepergian untuk memudahkan menunaikan shalat terutama jika harus beribadah di dalam hotel atau tempat yang tidak ada perlengkapannya.
"Gak apa-apa, nanti bisa pakai alas seadanya di hotel," katanya saat membalas pesan Whatsapp istrinya itu.
Dengan agak menyesal karena lupa membawa sajadah, dia meninggalkan bandara karena mobil yang menjemputnya sudah siap mengantarnya ke salah satu hotel berbintang 5 di Kota Taipei. Ketika membuka kamar hotel, dia agak terkejut sebab di atas meja sudah ada sajadah berwarna merah hati dan disampingnya terdapat Al Quran yang disertai terjemahannya dalam bahasa Mandarin.
Saat membuka laci meja, dia menemukan ada gambar panah hijau yang di dalamnya bertuliskan "Qiblah". Dia pun menyimpulkan bahwa arah panah menunjukkan kiblat shalat bagi seorang Muslim.
"Saya langsung shalat Maghrib dan Isya menggunakan sajadah itu. Bentuk sajadahnya mirip dengan yang ada di Indonesia," katanya.
Pengalaman lain
Seorang jurnalis asal Malaysia, Ruzy Adila mengalami pengalaman yang sedikit berbeda. Di hotelnya, ia tidak menemukan sajadah dan Al Quran, kecuali hanya menemukan penanda arah kiblat di dalam laci meja di kamarnya. Meski begitu, Ruzy mengaku bersyukur masih ada petunjuk kiblat di hotelnya. "Saya bawa alat shalat kok. Lumayan ada penunjuk arah shalat," katanya.
Ruzy berada di Taipei karena diundang Kementerian Luar Negeri negara itu bersama puluhan jurnalis dari 20 negara untuk menghadiri perayaan Hari Nasional Sepuluh Kembar (Double Tenth National Day). Hari itu merujuk pada dimulainya pemberontakan 10 Oktober 1911 yang memicu runtuhnya Dinasti Qing sehingga berdirinya negara republik pada 1 Januari 1912.
Tidak hanya itu, di salah satu sudut ruangan gedung Taipei 101 juga ada petunjuk arah kiblat di ruang observatori yang setiap hari selalu dibanjiri pengunjung dari berbagai negara. Petunjuk kiblat itu tertempel di sisi dalam dinding gedung yang masuk 10 pencakar langit tertinggi di dunia. Gedung itu telah menjadi salah satu ikon kemajuan pembangunan Taiwan.
Petunjuk kiblat ada dalam dua bahasa, yakni Mandarin dan bahasa Inggris "Mecca direction qibla". Keberadaan sajadah, Al Quran dan petunjuk arah kibat di hotel dan tempat wisata itu merupakan bagian dari upaya Taiwan untuk menjaring wisatawan Muslim yang akhir-akhir ini terus gencar dilakukan.
Menggaet wisatawan Muslim
Pemerintah Taiwan menyadari bahwa wisatawan Muslim harus betah saat berkunjung, sehingga disediakan sarana shalat yang menjadi kewajiban setidaknya lima kali dalam sehari. Selain negara-negara Timur Tengah, wisatawan dari Malaysia dan Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim menjadi sasaran bagi pemerintah Taiwan. Boleh dikata, Taiwan kini sedang merayu wisatawan beragama Islam untuk berkunjung ke negara itu. Tentu saja ujung-ujungnya wisatawan adalah mendatangkan devisa dan menjadi salah satu penggerak ekonomi.
Sementara itu, Kepala Kantor Ekonomi dan Perdagangan Taiwan (TETO) Jakarta, John Chen, pada acara promosi wisata negaranya di Jakarta, awal Oktober 2018, menjelaskan sejumlah stasiun dan infrastruktur transportasi umum lainnya plus lokasi-lokasi wisata di Taiwan telah dilengkapi dengan fasilitas yang ramah bagi pengunjung dari kalangan Muslim, seperti adanya mushalla atau masjid. Taiwan terus mengembangkan ruangan mushalla di setiap ruang publik, seperti di Stasiun Kereta Api Taipei, Kaohsiung, dan Hualien, Stasiun Kereta Cepat Taichung, dan di Museum Istana Nasional.
"Dengan semua upaya yang dilakukan oleh sektor publik dan swasta kami, ada lebih dari 189 ribu orang Indonesia yang melakukan perjalanan ke Taiwan pada 2017," kata Duta Besar Chen, seraya menambahkan bahwa jumlah tersebut mengalami pertumbuhan 46 persen dibandingkan tahun 2016.
Di tahun 2018, Taiwan berharap jumlah wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Pulau Formosa akan meningkat menjadi 250.000 orang, katanya. "Dengan kelas menengah yang sedang booming di Indonesia dan mencari tujuan wisata yang menyenangkan di luar negeri, kami percaya akan lebih banyak warga Indonesia yang tertarik mengunjungi Taiwan. Kami yakin bahwa mengunjungi Taiwan akan memberi pengalaman yang tak terlupakan karena banyak hal menarik yang ditawarkan," ujar Duta Besar Chen.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Organisasi Promosi Wisata Taiwan (Taiwan Visitor Association/TVA), Yeh Chu Lan, mengatakan Indonesia adalah pasar Muslim terbesar bagi Taiwan, dan masyarakatnya merupakan teman bagi Taiwan. Penerbit panduan perjalanan terbesar di dunia, Fodor, menempatkan Taiwan di peringkat ke-12 di antara 52 tujuan wisata yang harus dikunjungi pada 2018. Peringkat ini lebih tinggi dari Jepang, Korea Selatan, dan Hong Kong.
Sementara itu, Indeks Wisata Muslim Global (GMTI) yang dikeluarkan oleh Mastercard 2018 menyebutkan bahwa Taiwan menempati peringkat kelima sebagai tujuan wisata Muslim terbaik dari negara atau entitas non-Muslim. Peringkat tersebut melampaui Jerman, Australia, dan Amerika Serikat. Sedangkan buku panduan "Wisata Taiwan Bagi Muslim" yang diterbitkan Biro Wisata, Kementerian Transportasi dan Komunikasi Taiwan menyebutkan ada enam masjid yang berada di Taiwan.
Masjid-masjid itu adalah Masjid Raya Taipei di persimpangan Taman Daan yang berdiri 1960, kemudian Masjid Kebudayaan Taipei yang berlantai lima dan dibangun pada 1984, dan Masjid Long Gang di Zhongli, wilayah Taoyuan yang dibuka tahun 1964. Tiga lainnya adalah Masjid Taichung yang berdiri sejak 1949, Masjid Tainan yang dipakai tahun 1996 dan Masjid Kaohsiung telah berdiri selama empat dekade dan direnovasi pada 1992.
"Taiwan adalah rumah bagi lebih dari 170 ribu Muslim yang dapat menjalankan ibadah di enam masjid di Taipei, Taoyuan, Taichung, Tainan dan Kaohsiung," kata Direktur Umum Biro Pariwisata Taiwan Chou, Yung-Hui dalam buku panduan itu.
Chou mengatakan agar kunjungan menyenangkan maka Biro Pariwisata mengajak para ulama internasional dan ahli dari Perhimpunan Muslim Tiongkok untuk meninjau langsung dan merencanakan rute perjalanan khusus serta membantu managemen hotel, tempat rekreasi dan restoran memperoleh sertifikat halal bagi semua produk dan layanannya.
Dengan berbagai langkah itu, diharapkan wisatawan Muslim, seperti dari Indonesia, diharapkan semakin mudah untuk menjalankan shalat selama melancong ke Taiwan.