10 Years Challenge: Mengungkap Kegunaan Face Recognition

| 17 Jan 2019 21:20
10 Years Challenge: Mengungkap Kegunaan <i>Face Recognition</i>
Dian Sastro (Foto: Instagram @therealdisastr)
Jakarta, era.id  - Beberapa hari ini orang-orang sibuk mencari foto lawas tahun 2009 untuk mereka bandingkan dengan foto terbarunya saat ini. Mereka tak mau ketinggalan momen dari '10 Years Challenge' yang ramai di media sosial. 

Di tengah keramaian, tiba-tiba muncul komentar 'nyeleneh' dari Asisten Profesor Departemen Ilmu Lingkungan, Kebijakan dan Manajemen dari Universitas California, Kate O'Neill, yang mengatakan ada dugaan "penambangan data" yang dilakukan si empunya medsos untuk mengembangkan teknologi pengenalan wajah (face recognition).

Lewat akun Twitter-nya @kateo, O'Neill mengatakan; "Saya 10 tahun lalu: mungkin akan memainkan meme foto profil berdasarkan usia yang beredar di Facebook dan Instagram. Saya sekarang: merenungkan bagaimana semua data ini dapat ditambang dan dipergunakan untuk melatih algoritma pengenalan wajah tentang perkembangan usia dan pengenalan wajah berdasarkan usia," tulisnya.

O'Neill mengklaim dugaan penggunaan data untuk melatih algoritma pengenalan wajah ini belum tentu berbahaya. Namun juga tidak menutup kemungkinan adanya kepentingan-kepentingan yang bisa dimanfaatkan di balik foto rentan usia yang tersebar di sosial media.

Adalah benar Facebook sudah memiliki foto para penggunanya dari rentan usia yang berbeda apalagi mereka yang sudah menggunakan medsos ini sejak 2009. Namun, cara seperti itu kurang efektif. Karena tidak semua foto dengan rentang usia berbeda dijadikan foto profil. 

Untuk memudahkan algoritma dapat bekerja, foto diberi label foto dulu dan sekarang agar sistem dapat mempelajari perubahan yang terjadi pada wajah selama 10 tahun. Menurut asisten profesor tersebut, cara mengumpulkan sampel penelitian dibuat lebih menarik karena dibungkus sebagai tantangan (challenge) yakni '10 Years Challenge'. 

Kemudian, postingan yang berlabel tantangan ini membuat unggahan lebih sistematis dan benar-benar memberikan foto yang berjarak sepuluh tahun. Selain itu, tagar '10 Years Challange' juga turut mendukung kerja algoritma lebih baik. Oleh karena itu mereka bisa memilah lebih tepat sampel mana yang akan digunakan oleh sistem.

Misalnya, jika ada foto yang di luar tema seperti foto hutan 10 tahun lalu dengan foto hutan saat ini, mesin akan mengabaikannya.  Dengan adanya kemungkinan itu lalu muncul pertanyaan, apakah hal ini berbahaya?

O'Neill memberikan contoh kasus bagaimana data tersebut digunakan. Ia memberikan contoh dari yang paling mudah, sedang, dan kompleks. 

Contoh kasus mudah dari penggunaan teknologi pengenal wajah adalah dapat digunakan untuk mencari anak hilang. Apabila anak tersebut hilang dalam waktu yang lama, maka teknologi tersebut dapat memprediksi perubahan wajah anak itu sesuai rentan waktu yang terjadi.

Kedua, sistem pengenal usia lewat wajah dapat digunakan untuk mempercanggih sebuah strategi periklanan. Prediksinya, bukan tidak mungkin akan muncul iklan jenis baru yang memperdayakan sensor kamera. Dari situ, iklan yang disiarkan akan lebih tepat sasaran berdasarkan demografi kelompok usia yang didapat dari 10 Years Challenge. 

Sedangkan pada penggunaan yang lebih rumit, O'Neill mencontohkan soal ilustrasi pengenal wajah secara langsung (real time) punya Amazon, Rekognition, yang diperkenalkan pada 2016.

Teknologi yang dijual Amazon kepada pemerintah dan penegak hukum tersebut dapat digunakan untuk mengenali wajah yang diduga tersangka pada kasus kriminal. Meskipun dapat berguna dalam mengusut kasus kriminal, namun banyak yang mengkhawatirkan teknologi ini digunakan untuk melacak orang-orang yang tidak bersalah, atau mendeteksi orang yang salah. Salah satu lembaga yang memprotes teknologi ini adalah American Civil Liberties Union.

Sementara itu, O'Neill juga meminta kepada para pelaku bisnis agar dapat menggunakan data konsumen dengan sebaik-baiknya. Dan mengimbau para warganet agar bijak dalam mengumbar data di media sosial. 

 

Rekomendasi