Dan tantangan di tahun 2019 ini adalah popularitas Deepfake atau program pencipta video palsu. Singkatnya, piranti lunak ini menggunakan kecerdasan buatan yang bisa memanipulasi wajah seseorang.
Dengan hitung-hitungan alogaritma tertentu, Deepfake bisa mengubah wajah selebirti favorit kalian ke dalam cuplikan video porno. Deepfake juga mampu mengelabui orang banyak dengan menciptakan video palsu politikus yang semirip aslinya.
Dalam opininya, editor The New York Times Susan Fowler menyatakan 2019 sebagai tahun kematian privasi. Privasi mati, jelas Fowler, karena orang tidak lagi punya kendali atas informasi digital mereka. Ponsel dapat dimonitor, begitu pula aplikasi yang mendapat izin untuk menggali data penggunanya.
"Kita menemukan bahwa Facebook membagikan pesan pribadi kita dengan pihak ketiga, lalu membiarkan pengembang menggunakan platform-nya untuk memanen dan mengeksploitasi data yang kita miliki demi memengaruhi proses elektoral. Data kita terus-menerus dikumpulkan, bocor, dieksploitasi, disalahgunakan, dan dijual," tulis Fowler.
Salah satu kemungkinan terburuk dari pengembangan deepfake adalah menciptakan disinformasi, di mana sebuah video viral dengan mudahnya direkayasa hanya bermodalkan laptop dan akses internet. Jangankan laptop, aplikasi semacam itu sudah bisa diakses melalui smartphone.
Sebut saja, FaceApp aplikasi yang sempat viral beberapa waktu lalu karena mampu mengubah wajah kalian menjadi tua. Menariknya penggunaan aplikasi ini sangat mudah seperti menambahkan filter wajah dalam foto kalian. Meski dianggap lucu dan unik, hal ini memicu kekhawatiran publik karena rekam wajah kalian bisa dimanfaatkan oleh pihak ketiga.
Mengutip dari laman CNN Business, deepfake bisa diibaratkan sebagai profesional photoshop. Selain manipulasi gambar dan video, aplikasi ini masih memungkinkan untuk dikembangkan ke bidang pengeditan audio.
Prediksi Black Mirror
Deepfake, FaceApp, atau Zao merupakan aplikasi yang mampu 'menukar' wajah penggunanya mungkin masih akan terus berkembang ke arah yang tak terduga. Jika saat ini hanya dimanfaatkan untuk kesenangan sesaat atau konsumsi hiburan, tak menutup kemungkinan hal berbeda terjadi di masa yang akan datang.
Sejatinya fenomena face swapping, pernah muncul dalam salah satu epicode dari web series Netflix, Black Mirror. Dalam episode yang berjudul "Be Right Back", bisa dikatakan sebagai bentuk visualisasi dari pengembangan deepfake.
Bukan lagi dalam bentuk video, tapi sesosok robot yang berhasil menduplikasi wajah, tingkah laku, bahkan mimik dan kepribadian seseorang yang telah lama mati sekali pun. Walau pun belum sepenuhnya dapat bertingkah mirip manusia, tapi pengalaman yang dimunculkan bisa memberikan gambaran bagaimana transfer teknologi dalam bentuk yang berbeda dan baru bisa terjadi.
Film Black Mirror mungkin hanyalah visualisasi digital dari kekhawatiran manusia akan perkembangan teknologi. Bukan tanpa sebab, dengan teknologi semacam deepfake yang mampu 'menukar' wajah seseorang, bisa jadi masalah yang luar biasa.
Penyanyi Taylor Swift, Amber Rose dan Caitlyn Jenner misalnya, pada tahun 2016, bentuk tubuh dan wajah mereka dimanipulasi dalam tubuh palsu yang digunakan dalam video klip dari lagu 'Famous' milik Kenye West. Tak perlulah kita membayangkan untuk membuat robot silikon yang pastinya merogoh kocek kantong.
-
Life14 Jan 2025 22:00
Waspada Penipuan Berbasis Deepfake Audio, Jadi Ancaman Kejahatan 2025
-
Tekno15 Mar 2023 21:05
Mengenal Apa Itu Deepfake, Konten Berbahaya yang Memakai Teknologi AI
-
Afair07 Jan 2020 16:29
Facebook 'Bersih-Bersih' Konten Jelang Pemilu Amerika Serikat