Diskriminasi Bikin Olahraga di Amrik jadi Enggak Asyik

| 28 Oct 2019 14:04
Diskriminasi Bikin Olahraga di <i>Amrik</i> jadi Enggak Asyik
Noor Abukaram (Facebook/NoorAbukaram)

Jakarta, era.id - Diskriminasi kembali terjadi di lapangan olahraga. Kali ini, pelajar 16 tahun, Noor Abukaram yang jadi korban. Noor didiskualifikasi saat mewakili sekolahnya, Silvania Northview dalam sebuah perlombaan lari. 

Noor memulai dari garis start dan mengakhiri perlombaan di garis finish yang sama dengan peserta lain. Noor mengikuti segala proses perlombaan tanpa perbedaan apapun. Bahkan hingga ia memasuki tahap penyelenggara tingkat daerah di Findlay, Ohio.

Satu-satunya yang membedakan Noor dengan yang lain adalah atribut larinya. Noor menggunakan hijab, blus lengan panjang, serta legging, berbagai atribut yang sejatinya juga sering digunakan oleh pelari profesional yang berhijab.

Pelajar 16 tahun itu berlari mulus hingga tingkat regional. Namun, pada tahap selanjutnya, penyelenggara tiba-tiba menghapus nama Noor dari daftar pelari. Noor didiskualifikasi karena hijab yang ia kenakan.

Kepada The Washington Post, Noor berkomentar: Saya didiskualifikasi dari sesuatu yang saya lakukan karena sesuatu yang saya sukai. Sesuatu yang menjadi bagian dari diriku (hijab).

Kejadian itu juga Noor tulis di laman Facebook. Noor berkisah panjang soal kode atletik yang mendiskriminasi pakaian muslim. Unggahan itu menerima lebih dari dua ribu like. Senator Massachusetts Elizabeth Warren menyatakan dukungan untuk Noor.

“Saya mendukung Anda (Noor). Setiap anak harus merasa aman dan disambut di sekolah— dan murid-murid Muslim tidak boleh ditolak berpartisipasi dalam kegiatan sekolah,” tulis Warren di akun Twitternya.

 

Diskriminasi keluarga Muslim

Bagi Noor, diskriminasi yang ia alami jadi pengalaman pertama. Sebelumnya, Noor selalu mengikuti lomba dengan hijab tanpa masalah. Ohio High School Athletic Association (OHSAA) selaku penyelenggara mengaku perlu memetakan ulang kebijakan terkait penggunaan hijab di dalam olahraga atletik.

Sebagai keluarga Muslim di Amerika Serikat (AS), keluarga Noor amat dekat dengan perlakuan diskriminatif. Sebelum Noor, kakaknya juga sempat mengalami nasib serupa. Suatu hari, sang kakak pulang ke rumah dalam keadaan menangis usai mengikuti pertandingan sepak bola. Sang kakak yang juga berhijab mengaku dipaksa mengganti pakaian dan celananya.

Viralnya kisah Noor plus pengajuan yang dilakukan tim pelatih kemudian mendorong OHSAA untuk memberi tempat bagi Noor. OHSAA menyatakan Noor dapat mengikuti perlombaan regional di akhir pekan ini. Namun, Noor bersikeras solusi tersebut hanya bersifat sementara. Baginya, aturan harus diubah sebagai solusi jangka panjang.

“Harapan saya agar insiden ini menyoroti betapa merugikan aturan ini dan dapat memacu perubahan positif untuk olahraga kami. Dia telah mendapatkan hak untuk berlomba untuk universitas. Saya rasa hal terbaik yang dilakukan adalah membiarkannya berlari tanpa hambatan,” tulis pelatih Noor, Jerry Flowers lewat surel kepada The Post.

Orang tua Noor dikabarkan juga akan segera berbicara dengan OHSAA tentang aturan ini. Bagi mereka ini penting agar Noor dapat fokus mengikuti kompetisi regional.

Tak hanya keluarga Noor. Atlet AS berhijab pertama, Ibtihaj Muhammad juga pernah diminta melepaskan hijab untuk foto kartu identitas. Di Prancis, kontroversi ini juga terjadi ketika Menteri Kesehatan Agnes Buzyn menolak jaringan toko ritel olahraga penjual hijab.

Rekomendasi