Sanggar Anak Harapan

| 27 Jan 2018 16:37
Sanggar Anak Harapan
Sanggar Anak Harapan ( Fathurrozak Jek)
Jakarta, era.id - Sebagian besar Jakarta baru saja turun hujan. Sesaat Transjakarta meninggalkan halte Plumpang Pertamina, Jakarta Utara, terik mulai mengeringkan sisa hujan di sepanjang jalan menuju Rawabadak Selatan, Tanah Merah, Jakarta Utara. Di sanalah, harapan para bocah bersemaian.

Di pelataran, sebuah danau dengan eceng gondok menutup beberapa permukaan di pinggirnya menjadi pemandangan bangunan berlantai dua yang nampak baru dan berwarna serba putih itu. Meski penuh genangan air, rupanya warga menyebut sebagai 'Lapangan Kobra'.

Dari dalam bangunan yang berhadapan dengan Lapangan Kobra tadi, sudah riuh terdengar suara bocah-bocah. Mereka sedang bersiap berlatih menari, ketika jarum jam menunjuk pukul empat sore. Rama Hidayatullah, dan beberapa kawannya asyik mengikuti koreografi yang diajarkan Diky. Mereka adalah para anggota Sanggar Anak Harapan.

"Dari awal adanya sanggar, aku sudah ikut. Dulu mah belum seperti ini, kita masih ngontrak, sering pindah-pindah. Tiap pindah anak-anaknya juga ganti, paling beberapa yang bertahan," cerita Diky yang merupakan Ketua Pengurus Remaja Sanggar Anak Harapan beberapa waktu lalu.

Ia juga menjadi pengajar untuk anak-anak di Sanggar Harapan. Setiap seusai sekolah SMA, ia bergegas untuk mengajar menari pada sore harinya. Sementara malamnya, ia juga mengajari anak-anak pelajaran sekolah.

Sanggar Harapan sudah seperti rumah bagi anak-anak Rawabadak Selatan ini. Bahkan, menjelang adzan maghrib, mereka juga enggan bergegas pulang ke rumah.

"Ya memang begini, anak-anak. Kalau udah di sanggar, lupa pulang," ungkap Diky sambil menunjuk anak-anak yang masih di sanggar.

Basis Tanah Merah

Di lantai dua, terdapat beberapa komputer, dapur, juga dua kamar. Di sanggar, ada sekitar 10 anak yang tinggal dan menetap di sini. Semuanya diwajibkan harus bersekolah. Sehingga, bagi anak-anak yang tinggal di sanggar, pengurus harus memberi jatah ongkos juga uang saku untuk mereka.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sanggar membuka usaha jual pulsa. Sementara untuk menjadi bangunan seperti sekarang ini, mereka dibantu dari pinjaman keluarga dan saudara tanpa bunga, bantuan dari mitra sanggar, dan lewat kitabisa.com. Mereka pun membuka program koin pendidikan, untuk membantu sekolah para anggota sanggar.

Desboy, pendiri Sanggar Harapan, mengungkapkan awal kemunculan sanggar ini adalah sebagai upayanya memutus mata rantai anak-anak turun ke jalan.

"Kalau kita kasih bantuan berupa makanan atau uang, ya itu akan melanggengkan anak-anak di jalanan. Makanya gue ajak untuk gabung di sanggar, supaya mereka enggak turun ke jalan lagi," tuturnya.

Cikal bakal dari Sanggar Harapan, sebenarnya adalah Desboy dan teman-teman mainnya yang menamakan sebagai Basis Tanah Merah (Bastam). Menurut penuturannya, wilayah yang ia tinggali adalah wilayah yang keras, rawan, dan rentan kekerasan,

"Elo tahu sendiri lah, Tanah Merah," celetuknya.

Teman kumpulannya pun tidak jauh dari hal-hal negatif. Namun, perempuan yang baru saja memplontosi rambutnya ini menerapkan peraturan setiap malamnya, anggota dari Bastam harus berkumpul untuk saling mendengarkan cerita. Dari situ, mulailah saling terbuka satu sama lain.

Sayangnya, kumpulan Bastam ini juga mendapat komplain dari warga. Karena beberapa sering mendapati barangnya kehilangan, dan salah satu dari anggota Bastam adalah pelakunya. Karena mendapat tekanan dari warga inilah, justru menyulut harapan Desboy bahwa teman-temannya bisa berbuat untuk kebaikan, dan bisa menunjukkan kepada warga, Bastam bisa berbuat positif.

"Makanya kita ambil jalur kegiatan yang ada unsur pendidikannya," kata dia. 

Nama Bastam pun ditanggalkan dan berubah menjadi Sanggar Anak Harapan pada 2010, sebagai doa tentang harapan yang harus tetap tumbuh.

Kini, warga justru mengapresiasi apa yang dilakukan Desboy bersama sanggar. Beberapa prestasi ditorehkan, seperti memenangi lomba tari, dan berkarya lewat musik. Perangkat pemerintah kelurahan pun mengapresiasi.

"Senang kalau di sanggar, banyak nari, bikin bahagia," cerita Rama Hidayatullah, siswa kelas 5 SD PKBM Himata ini.

Bahkan, salah satu anak sanggar sudah ada yang kuliah. Lewat program pinjaman pendidikan, salah satu anak sanggar bisa berkuliah. Nantinya, cara pengembalian uang pinjaman pendidikan ini adalah untuk menguliahkan anak sanggar selanjutnya. 

"Harapannya ya kita anak-anak tetap bisa bersekolah," tutup Desboy.

Menurut Ujang, saat ini belum muncul tokoh-tokoh alternatif yang menjadi lawan kedua tokoh tersebut.

"Sesungguhnya tugas parpol untuk memunculkan nama-nama tokoh masyarakat yang kredibel yang berpotensi untuk menyaingi kedua tokoh tersebut," tuturnya. ( Fathurrozak Jek)

Tags :
Rekomendasi