Pikun Bukan Penyakit Biasa

| 04 Jan 2020 14:28
Pikun Bukan Penyakit Biasa
Ilustrasi (Pixabay)
Bandung, era.id – Setiap anak punya kewajiban berbakti kepada orang tua. Anak harus membantu kesulitan orang tua, termasuk ketika orang tua memasuki masa tua dan mulai lupa atau yang sering disebut pikun. Dan ketika orangtua masuk pada masa pikun, jangan heran jika mereka lebih cerewet atau sering lupa segala sesuatu. Sebaiknya kamu harus tahu penyebabnya.

Dalam istilah kedokteran, kepikunan merupakan gejala dari penyakit dimensia. Dokter spesialis saraf Yustiani Dikot dr. SpS (K)., bilang dimensia merupakan kumpulan gejala yang menimbulkan gangguan kognitif seperti memori, atensi, bahasa/komunikasi. Gangguan ini akan disertai masalah pada perilaku atau kepribadian. Orang yang dimensia tak dapat melakukan aktivitas pribadi sehari-hari.

“Jadi pasien dimensia enggak mandiri lagi,” ucap Yustiani Dikot, saat berbincang dengan era.id, di RS Borromeus, baru-baru ini. 

Penyakit degeneratif karena faktor usia ini terdiri dari banyak jenis, di antaranya dan yang paling banyak ialah Alzheimer dan dimensia vaskuler. Alzheimer merupakan penyakit yang menyebabkan kemunduran fungsi otak, melemahnya daya ingat, berkurangnya kemampuan berpikir dan berbicara, dan terjadinya perubahan perilaku. Selain penyakit degeneratif, Alzheimer juga terkait dengan faktor genetik.

Menurut Yustiani Dikot, hingga kini penyakit Alzheimer belum ada obatnya. Namun jika telah terdeteksi, penyakit ini bisa ditangani secara medis sehingga dampaknya bisa ditekan atau diperlambat. Tujuannya agar pasien masih bisa mandiri, tidak merepotkan orang lain. 

Penyakit Alzheimer biasanya muncul pada usia 60 tahun. Namun faktor risikonya bisa terdeteksi sejak usia 45 tahun. “Nah, diperkirakan dari 3 orang usia 80 tahun, 1 di antaranya itu Alzheimer,” katanya.

Jadi, kepikunan sebenarnya bukan hal biasa bagi orangtua. Melainkan harus dicari penyebabnya. “Harus dicari sebabnya apakah masuk Alzheimer atau dimensia lainnya. Setelah mengetahui penyebabnya, tentu harus diobati atau perbaiki, kalau tidak dia akan makin ketergantungan,” terangnya. 

Ciri-ciri orang dengan Alzheimer maupun dimensia antara lain lupa manaruh barang, bicara diulang-ulang atau cerewet, mudah curiga atau berprasangka; jika berpergian, ia bisa lupa jalan pulang. 

Pasien dimensia juga akan menghadapi kebingungan ketika memenuhi kebutuhan sehari-hari, misalnya bingung cara bikin minum, menuangkan yang seharusnya ke gelas malah ke piring, kesulitan memakai baju, dan kebingungan menggunakan ATM, dan seterusnya. Ada pula pasien yang perilakunya seperti anak kecil, bahkan rebutan makanan atau barang dengan anak atau cucunya.

Sayangnya, kata Yustiani Dikot, masyarakat belum menyadari tentang penyakit dimensia dan segala macam jenisnya. Padahal tanda-tanda dimensia sudah dikenal masyarakat, misalnya ada istilah pikun. Ada juga pemahaman bahwa masa tua adalah masanya kembali ke anak-anak. 

“Orangtua yang kekanak-kanakan dianggap sudah biasa, padahal itu bisa dicegah jika kita mengetahui penyebabnya,” terang ahli neurologi lulusan Fakultas Kedokteran Unpad ini.

Tags : sakit kepala
Rekomendasi