Pesohor, Depresi, dan Bunuh Diri
Pesohor, Depresi, dan Bunuh Diri

Pesohor, Depresi, dan Bunuh Diri

By Riki Noviana | 02 Sep 2018 10:17
Jakarta, era.id - Rentetan kasus bunuh diri yang menimpa para pesohor -- khususnya musisi -- cukup menarik perhatian peneliti yang menganggap adanya hubungan antara depresi dengan kreativitas.

Menurut penelitian Profesor bidang psikologi dan musik dari Universitas Sydney, Dianna Theadora Kenny, ada sekitar 4,6 persen musisi yang meninggal karena bunuh diri dalam rentang tahun 2001-2010. 

Hasil penelitian ini didukung dengan data temuan Profesor Steve Stack dari Center for Suicide Research. Ia menyatakan, intensi bunuh diri musisi itu tiga kali lebih besar dibandingkan dengan orang biasa.

Penyebab terbesarnya adalah tingkat kreativitas yang kemudian melahirkan depresi. Tetapi fenomena tersebut tidak dengan mudah ditemui pada semua orang yang memiliki kreativitas tinggi.

Sebuah lembaga pencegahan bunuh diri di Amerika Serikat yang dikenal dengan American Foundation for Suicide Prevention juga menyatakan, ada hubungan antara kreativitas dan sakit mental. Sekitar 90 persen orang yang melakukan bunuh diri juga memiliki masalah mental atau kejiwaan. 

Dr. Christine Moutier, Chief Medical Officer di lembaga tersebut juga membenarkan adanya kesamaan karakter yang hampir dimiliki oleh semua pesohor, yaitu perfeksionisme.

Ia melanjutkan, apabila hal ini ditambah dengan gangguan kejiwaan seperti bipolar disorder dan manic depression akan menimbulkan rapuhnya kehidupan para pesohor yang berujung kekecewaan dan ketidakpuasan sehingga mereka mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.

Tapi, ada juga pelaku bunuh diri yang latar belakangnya terdengar absurd. Ian Curtis misalnya. Ia kedapatan gantung diri tanpa alasan yang jelas. Dan rekan-rekannya di Band Joy Division hanya mampu mengungkap bahwa Ian tidak punya semangat hidup. Itu saja. 

Rekomendasi
Tutup