Polri Telusuri Dugaan Korupsi BBM Anak Usaha Pertamina yang Buat Negara Rugi Rp451,6 Miliar

| 23 Aug 2022 09:23
Polri Telusuri Dugaan Korupsi BBM Anak Usaha Pertamina yang Buat Negara Rugi Rp451,6 Miliar
Ilustrasi pegawai SPBU (Setkab)

ERA.id - Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri mengusut kasus dugaan korupsi dalam perjanjian jual beli BBM non tunai antara PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN) dengan PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) tahun 2009-2012. Dari kasus dugaan korupsi ini, Mabes Polri mengungkapkan total kerugian negara yang ditimbulkan sekitar Rp451,6 miliar.

"Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut, terdapat indikasi kerugian negara yang dihitung berdasarkan jumlah BBM yang dikeluarkan oleh PT Pertamina Patra Niaga kepada PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) sesuai dengan kontrak dan Addendum I, II yang belum dilakukan pembayaran, sehingga menjadi kerugian negara sebesar Rp451.663.843.083,20 (Rp451,6 miliar)," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (23/8/2022).

Dedi menerangkan kasus ini berawal saat PT PPN melakukan perjanjian jual beli BBM secara non tunai dengan PT AKT yang ditandatangani oleh Direktur Pemasaran PT PPN dengan Direktur PT AKT.

Terdapat proses pelaksanaan kontrak dari perjanjian ini, yakni di 2009-2010 dengan volume 1.500 kiloliter (kl) perbulan. Lalu pada 2010 sampai 2011 PT PPN menambah volume pengiriman menjadi 6.000 kl per bulan (Addendum I). Untuk 2011-2012, PT PPN menaikkan volume menjadi 7.500 KL perpemesanan (Addendum II).

"Bahwa pada proses pelaksanaan perjanjian PT Pertamina Patra Niaga dalam tahap pengeluaran BBM, Direktur Pemasaran PT PPN melanggar batas kewenangan/otorisasi untuk penandatangan kontrak jual beli BBM yang nilainya di atas 50 M berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama PT Patra Niaga Nomor: 056/PN000.201/KPTS/2008 Tanggal 11 Agustus 2008 Tentang pelimpahan wewenang, tanggung jawab, Dan otorisasi," tambahnya.

Dedi menerangkan PT AKT tidak melakukan pembayaran sebesar Rp19,751,760,915,- dan USD 4,738,465.64 atau senilai Rp451,663,843,083,20 sejak tanggal 14 Januari 2011-31 Juli 2012.

Direksi PT PPN, sambungnya, tidak melakukan pemutusan kontrak terhadap penjualan BBM non tunai ke PT AKT yang tidak melakukan pembayaran terhadap BBM yang telah dikirimkan. Dedi menambahkan Direksi PT PPN juga tidak ada upaya untuk melakukan penagihan.

"Tidak adanya jaminan colateral berupa bank garansi atau SKBDN dalam proses penjualan BBM non tunai sehingga PT PPN mengalami kerugian pada saat PT AKT tidak melakukan pembayaran terhadap BBM yang telah diterimanya sejak tahun 2009 sampai dengan 2012," ujarnya.

Dedi menuturkan, BBM yang belum dibayar oleh PT AKT kepada PT PPN berdasarkan data rekonsiliasi verifikasi tagihan kreditur pada proses PKPU N0. 07/PDT.SUS-PKPU/2016/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 4 April 2016, sebesar Rp451.663.843.083,20.

Berdasarkan data yang disiapkan akuntansi hutang piutang PT PPN, diketahui volume BBM jenis solar yang sudah terkirim ke PT AKT adalah 154.274.946 liter atau senilai Rp278.590.775.399 dan USD 102.600.314.

"Berdasarkan hasil penyelidikan terdapat dugaan penerimaan uang oleh pejabat PT PPN yang terlibat dalam proses perjanjian penjualan BBM non tunai antara PT PPN dengan PT AKT. pada periode saat terjadinya proses penjualan BBM tersebut," ujarnya.

Dari kasus dugaan korupsi ini, Dedi menyebut kerugian negara sekitar Rp451,6 miliar. Jenderal bintang dua ini pun menerangkan kasus ini telah naik ke tahap penyidikan.

"Penyidik pun melakukan gelar perkara dan memutuskan kasus ini dinaikkan statusnya menjadi penyidikan. Penyidik pun melakukan langkah-langkah selanjutnya dengan membuat rencana penyidikan, melakukan koordinasi dengan pihak terkait dan melakukan profiling kepada pihak-pihak yang diduga terlibat guna aset recovery," tutupnya.

Rekomendasi