ERA.id - Status kasus remaja perempuan, NAT (15), yang disekap selama 1,5 tahun dan dipaksa menjadi pekerja seks komersial (PSK) oleh 'Mami' EMT, kini naik ke tahap penyidikan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan, Minggu (18/09/2022), membenarkan hal itu. Kata Zulpan, tujuh saksi telah dimintai keterangan.
Menurutnya, Polda Metro Jaya akan segera menetapkan tersangka dari kasus ini. "Besok akan diperiksa beberapa orang terkait tadi dan kemungkinan setelah itu akan dilakukan penetapan tersangka dan penahanan terhadap calon tersangka tersebut," ucapnya.
Zulpan mengatakan, polisi akan melakukan gelar perkara, Senin (19/09/2022) besok. Polisi juga akan segera menetapkan EMT sebagai tersangka.
"Sementara yang mengarah ke tersangka tersebut ada satu orang. (Peran) dia (yang akan segera ditetapkan menjadi tersangka) yang pada saat itu merekrut anak (NAT) ini (dan menjadikannya PSK)," kata Zulpan.
Sebelumnya, seorang remaja perempuan, NAT disekap selama 1,5 tahun oleh perempuan berinisial EMT di sebuah apartemen di Jakarta. Selama disekap, korban dieksploitasi dan dijadikan PSK.
Pengacara korban, Muhammad Zakir Rasyidin mengatakan, penyekapan ini terjadi sejak Januari 2021 lalu. Itu diawali saat korban diajak temannya ke sebuah apartemen di kawasan Jakarta Barat.
"Anak ini (korban) tidak bisa pulang karena diharuskan bekerja. Diimingi-imingi cantik dikasih uang, tapi pekerjaan yang diberikan itu dia dijual ke pria hidung belang," kata Zakir, di Polda Metro Jaya, dikutip Jumat (16/9/2022).
Zakir menambahkan korban dipaksa menjadi PSK oleh EMT. Tekanan dan intimidasi didapatkan korban oleh terlapor.
Dia bercerita, korban dipaksa untuk mendapatkan uang minimal Rp 1 juta per harinya. Bila korban tidak bisa mendapatkan uang yang telah ditentukan, korban diharuskan membayar sejumlah uang yang disebut terlapor sebagai utang. Padahal, korban tak mengetahui asal usul utang Rp 35 juta yang disebutkan terlapor.
Zakir menerangkan, untuk mengelabuhi keluarga korban, terlapor EMT memperbolehkan korban pulang ke rumah ketika orang tua NAT meminta anaknya pulang. Namun, sambungnya, NAT tidak bisa berlama-lama di rumah dan harus kembali ke apartemen untuk bekerja sebagai PSK.
Pengacara ini mengungkapkan orang tua korban sempat curiga, namun korban enggan mengatakan peristiwa yang sebenarnya terjadi.
"Jadi dia kan ditekan, dieksploitasi, dirinya untuk menghasilkan uang Rp 1 juta per hari. Kalau tidak menghasilkan uang Rp 1 juta per hari, dia diminta untuk bayar utang, dari mana hutang itu. Jadi eksploitasinya itu dalam bentuk penekanan tadi," ungkapnya.
"Jadi keluarga disampaikan korban hanya bekerja. Dia tidak sampaikan detail apa pekerjaannya karena dia tertekan. Katanya harus bayar utang Rp 35 juta kalau dia ngomong harus bayar," sambungnya.