ERA.id - Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Wihadi Wiyanto mengungkapkan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) diinisiasi oleh Fraksi PDI Perjuangan DPR. Hal ini yang menjadi dasar naiknya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.
Sebagai informasi, Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) HPP saat itu adalah Dolfie Othniel Frederic Palit yang merupakan anggota Fraksi PDIP.
"Kenaikan PPN 12 persen itu adalah merupakan keputusan UU Tahun 2021, HPP. (PPN) 12 persen di 2025, dan itu diinisiasi oleh PDI Perjuangan," kata Wihadi kepada wartawan, Sabtu (21/12/2024).
"Itu kita bisa melihat dari yang memimpin panja pun dari PDI Perjuangan," imbuhnya.
Atas dasar tersebut, anggota DPR Fraksi Gerindra itu mempertanyakan sikap PDIP yang belakangan keras mengkritik pemerintahan Presiden Prabowo Subianto atas kenaikan PPN menjadi 12 persen.
Menurutnya, sikap PDIP justru menyudutkan Prabowo tanpa mau melihat masa lalu bahwa UU HPP adalah keinginan dari partai berlambang kepala banteng moncong putih.
"Kalau sekarang pihak PDI Perjuangan meminta itu ditunda, ini adalah merupakan suatu hal yang justru menyudutkan pemerintahan Prabowo. Karena sebenarnya yang menginginkan kenaikan itu adalah PDI Perjuangan," ujar Wihadi.
Oleh karena itu, dia membantah bahwa pemerintahan Prabowo lah yang memutuskan PPN naik mennjadi 12 persen. Padahal, kepala negara hanya sekedar menjalankan perintah perundang-undangan.
"Jadi apabila sekarang ada informasi ataupun hal-hal yang mengkaitan ini dengan pemerintah Pak Prabowo, yang seakan-akan memutuskan, itu adalah tidak benar," tegas Wihadi.
"Yang benar adalah UU ini adalah produk daripada DPR yang pada saat itu diinisiasi oleh PDI Perjuangan, dan sekarang Presiden Prabowo hanya menjalankan," lanjutnya.
Sebaliknya, dia mengklaim bahwa Prabowo telah mengambil langkah bijaksana dengan menerapkan PPN 12 persen terbatas hanya untuk barang-barang mewah.
Dengan alasan agar masyarakat dari kelas menengah bawah tetap bisa terjaga daya belinya, serta meredam gejolak ekonomi.
"Presiden Prabowo sudah menginisiasi ini, sehingga kenaikan daripada PPN hanyalah selected item untuk barang-barang mewah. Sehingga, pemikiran Pak Prabowo ini bahwa kalangan menengah bawah itu tetap terjaga daya belinya, dan tidak menimbulkan gejolak ekonomi. Ini merupakan langkah bijaksana Pak Prabowo," tuturnya.
Sebelumnya dalam Rapat Paripurna DPR ke-9 Masa Sidang I Tahun Sidang 2024-2025 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/12), Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka alias Oneng menyampaikan interupsi terkait rencana kenaikan PPN 12 persen.
Dia berharap pimpinan DPR ikut mendesak Presiden Prabowo Subianto membatalkan rencana tersebut.
"Mohon dukungannya dari ketua DPR, wakil ketua DPR seluruh anggota DPRD di seluruh Indonesia seluruh mahasiswa di belakang, dan rekan rekan media. Kita beri dukungan penuh kepada presiden Prabowo, kita semua dan seluruh rakyat Indonesia menunggu kado tahun Baru 2025 dari presiden Prabowo batalkan rencana kenaikan PPN 12 persen," kata Rieke.
Sehari berselang, Presiden Prabowo Subianto menegaskan, kenaikan PPN menjadi 12 persen hanya diberlakukan untuk barang-barang mewah. Rencana kenaikan PPN tersebut akan dimulai di Januari 2025.
"PPN adalah undang-undang, ya kita akan laksanakan. Tapi selektif hanya untuk barang mewah," kata Prabowo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (6/12).
Dia memastikan, pemerintah berkomitemen untuk melindungi rakyat kecil. Menurutnya, sudah sejak akhir 2023, pemerintah tak lagi memungut pajak dari sejumlah komoditas.
"Jadi kalaupun (PPN) naik, itu hanya untuk barang mewah," tegasnya.
Belakangan, pemerintah melalui Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, tak jadi menaikan PPN terbatas khusus untuk barang mewah.
Pemerintah hanya tidak menaikan pajak bagi tiga barang kebutuhan pokok saja, yaitu tepung terigu, minyakita, dan gula industri yang tetap dikenakan PPN 11 persen.