ERA.id - Budayawan Jakarta Yahya Andi Saputra mendorong Taman Ismail Marzuki (TIM) untuk terus menjadi magnet seni bagi Betawi, bahkan hingga Indonesia.
"TIM ini keren, ini adalah sentra dan harus didorong menjadi magnet kesenian Betawi, bahkan untuk seluruh Indonesia yang menjadi ukuran utama pengakuan seorang seniman nusantara," kata Yahya saat dihubungi Antara di Jakarta, Jumat, (26/3/2021), dikutip ANTARA.
Hal tersebut, diungkapkan Yahya seiring dengan rencana pengangkatan budaya Betawi dalam revitalisasi TIM yang saat ini sedang digarap oleh BUMD PT Jakarta Propertindo (Jakpro), salah satunya melalui diskusi kelestarian budaya Betawi setiap bulan.
Menurut Yahya, ruang publik itu sangat diperlukan oleh seniman tradisional Betawi dan TIM memiliki potensi fungsi itu sehingga harus mampu memberi ruang pada seniman, budayawan, pada siapapun untuk berekspresi.
Yahya menilai rencana tersebut wajar dan patut diapresiasi, terlebih jika dibarengi dengan aksi memfasilitasi ekspresi penampilan seni pertunjukan Betawi yang "pabalatak" di mana-mana, sehingga publik Jakarta paham tradisi berkesenian pada masyarakat Betawi tetap ada dan eksis di kampungnya sendiri.
"Betawi sebagai mukimin (pemukim) awal di Jakarta memang sudah jadi kewajiban pemerintah dan kita semua untuk memberi ruang seluasnya, pemberian porsi yang lebih. Namun lebih baik jangan hanya diskusi, tapi intensitas, kualitas dan kuantitas berkesenian Betawi hingga Indonesia juga harus diperbanyak dan ditingkatkan," kata Yahya.
Penghormatan
Senada dengan Yahya, Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) Becky Mardani yang juga menyebutkan bahwa TIM akan menjadi pusat peradaban bukan hanya Jakarta, tapi Indonesia.
Hal ini, lanjut dia, karena TIM selain menjadi pusat Kebetawian, seharusnya bisa menjadi pusat peradaban Indonesia mengingat TIM ini berskala internasional yang artinya menjadi corong karya besar seniman dan budayawan Indonesia.
"Artinya TIM yang posisinya di Ibu Kota negara ini harus juga memenuhi standar kurasi penilaian karya seperti apa yang bisa tampil di situ, tidak semua seniman bisa tampil di sana, harus ada kualifikasi tertentu," kata Becky.
Kendati demikian, Becky juga mengharapkan bahwa dalam revitalisasi TIM ini tidak dilupakan akar sejarah dari TIM itu sendiri.
TIM ini, kata Becky, diambil dari nama Ismail Marzuki yang diketahui sebagai putra Betawi asal Kwitang, Jakarta Pusat, merupakan komposer terbesar Indonesia. Karyanya sangat dikenal mulai dari sebelum kemerdekaan hingga saat ini untuk memberikan inspirasi perjuangan, asmara, hingga cinta tanah air.
"Karenanya kami harap di komplek TIM ada satu galeri, atau ruang, atau pojok atau apa yang menampilkan kebesaran karya-karya Ismail Marzuki yang ciptaannya lebih dari 200 karya tersebut hingga diakui sebagai pahlawan nasional karena karya luar biasanya," ucap Becky.