ERA.id - Petugas Polda Metro Jaya menyebutkan alasan pegawai perusahaan non esensial dan non kritikal tetap bekerja di kantor saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, karena khawatir dipecat manajemen perusahaan.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus mengatakan salah satu alasan pemaksaan diri berangkat ke kantor karena khawatir dipecat perusahaan.
"Ada yang bilang bahwa dia akan dipecat lah kalau tidak masuk kerja. Padahal sudah ditentukan sektor pekerjaan yang nonesensial tidak boleh," ujar Yusri di Jakarta dikutip dari Antara, Selasa (6/7/2021).
Sektor pekerjaan yang dianggap esensial dan kritikal tersebut diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Covid-19 di Wilayah Jawa dan Bali.
Dalam Instruksi Mendagri itu terdapat aturan bahwa karyawan kantor untuk sektor non-esensial diwajibkan bekerja dari rumah. Sedangkan sektor esensial diminta 50 persen maksimal pekerja di kantor dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Faktanya, kata Yusri, pada hari kerja pertama selama PPKM Darurat, Senin, masih banyak pekerja pada sektor yang non esensial memaksakan diri untuk masuk kerja sehingga menimbulkan kemacetan di jalan.
Yusri mengatakan petugas di lapangan pun sempat mendapat komplain dari pengguna jalan, dianggap penyebab kemacetan karena menjalankan tugas melakukan penyekatan.
Masyarakat seakan tidak mau mengerti bahwa keberadaan petugas pemerintah daerah, polisi, dan TNI saat itu hanya menjalankan tugas untuk mengingatkan masyarakat agar tetap di rumah selama PPKM Darurat diberlakukan.
"Ini bukan untuk menyusahkan masyarakat, bukan untuk membuat Jakarta ini kosong, tidak. Kami mengingatkan masyarakat, sudah anda di rumah saja. Kalau yang non-esensial sudah mengerti bahwa tidak perlu kerja di lapangan, dia bekerja dari rumah saja, kami pun akan tenang," tutur Yusri.
Yusri menyatakan Polda Metro Jaya mulai Selasa ini akan membentuk tim patroli pengecekan di kantor perusahaan non esensial yang masih buka.
Ia menilai keberadaan perusahaan yang tetap bandel tersebut perlu ditindak dengan tegas, karena di satu sisi telah melanggar aturan Perundang-undangan yakni Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
Dalam Pasal 14 UU 4/1984 itu disebutkan, siapa saja yang menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah, diancam pidana penjara selama-lamanya satu tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp1.000.000.
Namun, Yusri menilai bahwa di sisi lain dalam Operasi Yustisi, mengedepankan penindakan dari Pemerintah Daerah melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Ia mengatakan dalam Operasi Yustisi, maka Satpol PP memiliki hak untuk menyegel atau memberikan sanksi tertinggi yaitu mencabut izin dari perusahaan tersebut. Sedangkan, Satuan Tugas Penegak Hukum akan bertindak dengan menggunakan aturan perundang-undangan.
"Ini mungkin di satu sisi, kami juga sudah menyampaikan ke tiga pilar di bawah. Baik RT, Babinsa, atau Bhabinkamtibmas, agar mengingatkan warganya supaya patuh dan taat kepada kebijakan pemerintah. Paling penting sekali (ketaatan) untuk tidak keluar, di rumah saja," pungkas Yusri.