Wisata Malam GLOW Kebun Raya Bogor Dikritik, Pengelola: di Seluruh Dunia Ada

| 29 Sep 2021 11:44
Wisata Malam GLOW Kebun Raya Bogor Dikritik, Pengelola: di Seluruh Dunia Ada
Wali Kota Bogor Bima Arya (Humas Pemkot Bogor)

ERA.id - Komisaris Utama PT Mitra Natura Raya (MNR) selaku pengelola Kebun Raya Bogor, Ery Erlangga angkat bicara terkait surat terbuka dari para mantan Kepala Kebun Raya Bogor dan munculnya petisi imbas rencana pengembangan Kebun Raya Bogor.

Salah satunya yakni terkait rencana penyuguhan atraksi malam menggunakan lampu hias bertajuk GLOW yang akan dilakukan di lokasi Kebun Raya Bogor.

“Pada dasarnya kami dari MNR juga mengedepankan konservasi dan juga pemeliharaan situs-situs yang ada di dalam KRB yang menjadi potensi work heritage,” kata Ery Erlangga usai melakukan pertemuan dengan Pemkot Bogor di Balai Kota Bogor, Selasa (28/9/2021).

“Jadi tentunya kita juga menerima masukan dan akan memberikan data-data yang menujukan seperti apa dampak yang dilakukan jika terlaksana wisata edukasi malam yang bernama GLOW,” sambungnya.

Tak hanya itu, ditekankan Ery Erlangga, dalam pengembangan Kebun Raya Bogor ini pihaknya juga tidak serta merta meninggalkan rambu-rambu konservasi dan edukasi.

“Kita juga menjaga (yang ada) di dalam. Mudah-mudahan nanti dengan adanya kajian (dari BRIN dan IPB) dan data-data itu bisa menjawab semua kekhawatiran publik dan kita tunggu saja,” ucapnya.

Di sisi lain, Ery Erlangga menjelaskan, sebenarnya untuk wisata malam seperti di Kebun Raya Bogor ini, di Kebun Raya yang ada di seluruh pelosok dunia pun sudah sering melakukannya.

Bahkan, ia meyakini Kebun Raya yang ada di pelosok dunia itu pun pasti sudah mempunyai kajian-kajian mengenai wisata tersebut.

Untuk itu, seharusnya hal tersebut setidaknya sudah bisa menjawab bahwa wisata malam di Kebun Raya bukanlah sesuatu yang baru.

“Jadi bukan sesuatu yang baru. Kita juga (bekerja) tidak bergerak semena-mena, karena kita hanya sebatas operator atau pengelola. Intinya semuanya bertahap dan tidak bisa semena-mena,” imbuh dia.

“(wisata malam itu) Sebagai edukasi saja, terkait pertamanan atau konservasi, karena narasi dari GLOW itu kita menceritakan tentang konservasi sejarah Kebun Raya Bogor dan cerita-cerita tentang pentingnya tanaman tadi,” lanjutnya.

Soal jalan setapak dicor dengan semen dinilai mengurangi keindahan batu gico dan mengurangi air resapan, Ery Erlangga mengaku mengetahui alasan kenapa hal tersebut mau diubah. Pertama, banyak warga yang terpeleset saat melintasi jalan bebatuan ini karena licin.

Kemudian, jalan setapak ini tidak bisa diakses bagi para kaum difabel yang sehari-hari dalam beraktivitas memerlukan bantuan kursi roda.

“Warga difabel pun susah berjalan di batu gico karena banyak yang rusak. Sebenarnya itu sih (alasan diubah),” beber Ery Erlangga.

“Kemudian menurut saya nih, di fakta lapangan itu batu gico lebarnya yang di deket bosting itu sekitar 2 meter dan disampingnya tanah. Jadi sebenarnya ujung-ujungnya itu kita kasih biopori akan sama saja penyerapannya (bisa menyerap air),” lanjutnya.

Untuk itu, bagi Ery Erlangga, keberatan terkait yang disampaikan para mantan Ketua Kebun Raya Bogor hanyalah sebagai framing. Sebab, berdasarkan hasil kedatangan rekan-rekan DPRD Kota Bogor ke lokasi Kebun Raya Bogor, mereka tidak menemukan persoalan yang berarti.

“Ini adalah framing menurut saya. Apalagi sosial media membentuk sebuah framing kan sangat mudah. Tapi pada akhirnya semuanya akan kembali ke fakta lapangan,” ungkapnya.

“Makanya kemarin pak Ketua DPRD, begitu mereka cek ke lapangan, nggak ada apa-apa,” sambung dia.

Begitu pun dengan petisi, bagi Ery Erlangga, petisi ini kan sebatas narasi yang dibuat. Sementara, jika diperhatikan secara kata-kata dari petisi itu, ada penolakan GLOW yang disatukan dengan Bogor sebagai World Heritage. Tentunya, dengan kata-kata itu semua orang pasti akan setuju dengan petisi tersebut.

Akan tetapi, yang jadi persoalan apakah semua orang sudah tau konteks dan subtansi dari GLOW itu sendiri.

“Kan kita belum buka seperti apa isinya, apakah merusak dan pesan apa yang ingin kita taro disitu,” bebernya.

“Jadi menurut saya mereka menggunakan petisi itu sebagai framing saja untuk membuat sebuah opini, yang menurut saya pada akhirnya nanti juga akan malu sendiri karena tidak seperti itu,” tandas dia.

Rekomendasi