ERA.id - Para korban dugaan investasi bodong PT Mahkota Properti Indo Permata (PT MPIP), ditemani kuasa hukum LQ Indonesia Lawfirm mendatangi kantor OJK untuk menanyakan perihal perizinan PT MPIP dalam menghimpun dana masyarakat dalam bentuk Medium Term Notes (MTN).
Dalam pertemuan dengan petugas OJK terungkap, ternyata PT Mahkota Properti Indo Permata diduga tidak ada ijin keuangan, tidak ada ijin menghimpun dana masyarakat, dan diduga ilegal. Petugas OJK mengungkapkan dilihat dari company Profile PT MPIP, usahanya sebagai properti, developer real estate dan bukan bidang keuangan.
"Kami saja ke OJK langsung dijawab, ini kenapa Penyidik dan Polda Metro Jaya sampai saat ini belum memintakan keterangan saksi ahli OJK padahal pasal yang disangkakan pasal 46 Perbankan, unsur pidananya adalah tidak adanya Ijin OJK," jelas Kuasa hukum LQ Indonesia Lawfirm, Alvin Lim, Selasa (31/5/2022).
Para korban PT MPIP, mengungkapkan kekecewaan kepada proses hukum di kepolisian.
"Kami sudah jadi korban Raja Sapta Oktohari, sekarang malah kepolisian mempermainkan kami, kanit, kasat dan penyidik memaksa kami untuk cabut laporan polisi dan terima tanah di Cikande. Tanah sawah seharga Rp300 ribu per meter, malah dijual harga Rp2.5juta per meter. Nantinya cuma pegang PPJB yang bukan bukti kepemilikan seperti sertifikat. Bagaimana kalo ternyata terhadap tanah yang sama di berikan PPJB ke banyak pihak? Bisa-bisa jadi sengketa lagi nanti kan, siapa bisa jamin? Kami tidak mau ditipu dua kali," ucapnya.
Para korban terus berdatangan dan menghubungi LQ di 0817-489-0999 untuk meminta pendampingan.
Sebelumnya Raja Sapta Oktohari dilaporkan oleh para korban di Polda Metro Jaya dengan LP No B/2228/IV/ 2020/ YAN 2.5/SPKT PMJ atas dugaan penipuan, penggelapan, pidana perbankan dan pencucian uang dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.