ERA.id - Lagu "Di Udara" yang diciptakan band asal Jakarta, Efek Rumah Kaca (ERK), seakan menjadi solilokui sekaligus sebuah lagu mars yang nge-pop untuk mengiringi iring-iringan penegakan HAM, khususnya di Indonesia. Lagu ini diinspirasi oleh peracunan aktivis HAM Munir Said Thalib hingga tewas seketika pada 2004 dalam sebuah penerbangan pesawat.
Lagu ini dimulai dengan intro petikan gitar ERK, Cholil Mahmud, yang diikuti dengan ketukan bass dan drum yang menghasilkan tempo mencekam. Setelah itu suara Cholil mulai terdengar.
Aku sering diancam
juga teror mencekam
Kerap ku disingkirkan
sampai dimana kapan
Ku bisa tenggelam di lautan
Aku bisa diracun di udara
Aku bisa terbunuh di trotoar jalan
Reff:
Tapi aku tak pernah mati
Tak akan berhenti
Ketika ditanya tentang bagaimana lagu "Di Udara" bisa tercipta, Adrian Yunan (bassist/vokal latar ERK), mengatakan bahwa prosesnya dimulai usai Cholil menonton film Garuda's Deadly Upgrade, yaitu film dokumenter produksi Offstream Production yang menginvestigasi keganjilan-keganjilan dalam kasus kematian Munir.
"Dia (Cholil) merasa terpanggil untuk mengangkat spirit perjuangan Munir. Idenya muncul tahun 2005," kata Adrian, seperti dilansir Tempo (7/9/2012).
Akhirnya, mereka memutuskan membuat lagu yang menyebarkan pesan mengenai keberanian Munir dalam menyoroti masalah HAM, khususnya dalam wilayah musik pop sehingga pesan-pesannya bisa mencapai ke khalayak yang lebih luas.
"Makna lagunya, bahwa dalam kondisi apapun (diancam, disingkirkan, atau bahkan mati diracun) semangat perjuangan Munir tak akan pernah mati," ujar Cholil, yang mengaku mengadakan riset kecil-kecilan saat menulis lirik lagu "Di Udara".
Bait kedua dan reff selanjutnya dari lagu tersebut berbunyi demikian:
Aku sering diancam
juga teror mencekam
Ku bisa dibuat menderita
Aku bisa dibuat tak bernyawa
di kursi-listrikkan ataupun ditikam
Reff:
Tapi aku tak pernah mati
Tak akan berhenti
Tapi aku tak pernah mati
Tak akan berhenti
"Di Udara" adalah lagu ke-7 di album berjudul Efek Rumah Kaca (2007, Paviliun Records).
ERK sendiri merupakan grup band asal Jakarta. Berdiri tahun 2001, dan sempat bergonta-ganti personil, ia kini digawangi oleh Cholil (gitaris, vokal), Adrian (vokal latar, bass, gitar), Poppie (bass, vokal latar), dan Akbar (drum, vokal latar). Mereka lahir sebagai band indie yang dikenal sering membuat lagu-lagu bernuansa kritik sosial.
Dua Windu Kasus HAM Munir
Kuatnya pengaruh kematian aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib di bidang musik bernuansa kritik sosial bukannya tanpa alasan. Tewasnya sang aktivis pengungkap fakta penculikan aktivis 1997/1998 memang dianggap janggal hingga kini.
Munir dikabarkan tewas dua jam sebelum pesawat Garuda GA-974 yang ditumpanginya tiba di Bandara Schiphol, Amsterdam, pada 7 Agustus 2004 pukul 08.10 waktu Belanda. Hasil otopsi menunjukkan bahwa di tubuh Munir terdapat racun arsenik sebanyak 3,1 miligram.
Di masa-masa akhir hidupnya, di pesawat yang sedang mengangkasa, Munir mengeluh sakit perut. Ia bolak-balik pergi ke toilet dan muntah, hingga badannya lemas. Pada akhirnya ia hanya bisa terkapar lunglai, hingga ajal menjemput.
Tewasnya Munir ditengarai didukung oleh sejumlah aktor intelektual hingga sarat oleh keterlibatan negara. Tak heran, 16 tahun kasus Munir, otak di balik peristiwa itu masih belum tersentuh jerat hukum.
Sayangnya, pada masa sebelum dan sesudah Munir, di Indonesia terjadi sejumlah pelanggaran HAM serupa, yang ujung akhirnya masih jauh. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) per Desember 2019 mengatakan telah menyelesaikan 11 berkas penyelidikan kasus HAM berat ke Kejaksaan Agung. Kasus-kasus itu mencakup peristiwa pembantaian 1965, Trisakti, Semanggi 1, Semanggi 2, Penembak Misterius (Petrus), kasus Wamena dan Wasilor di Papua, penculikan dan penghilangan aktivis, Talangsari, peristiwa dukun santet, ninja, dan kasus orang gila di Banyuwangi tahun 1998.
Sampai saat ini litani 11 kasus HAM berat tersebut masih terus dirapalkan para aktivis HAM, yang menuntut Presiden Joko Widodo memenuhi janjinya di masa kampanye, yaitu bahwa ia akan membereskan sejumlah kasus HAM di masa lalu.
Barangkali ERK benar dalam menuliskan lirik "Di Udara". Siapapun bisa membunuh Munir, menyiksanya hingga tak bernyawa, namun, seperti dinyanyikan Cholil, "aku tak pernah mati / tak akan berhenti."
Panjang umur perlawanan!