Alasan Jokowi Minta Kasus Brigadir J Segera Dituntaskan: Biar Citra Polisi Tak Babak Belur

| 09 Aug 2022 10:50
Alasan Jokowi Minta Kasus Brigadir J Segera Dituntaskan: Biar Citra Polisi Tak Babak Belur
Presiden Jokowi (Setkab)

ERA.id - Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan Presiden Jokowi berharap kasus kematian Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat lekas selesai.

Sementara kreator dalam kasus itu, segera diungkap. Alasannya, Jokowi tak mau citra Polri babak belur di mata masyarakat. "Presiden mengharapkan untuk ini bisa terselesaikan supaya citra polisi tidak babak belur seperti saat ini," ujar Pramono Anung di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (8/8/2022).

Pramono mengatakan Presiden Jokowi sudah berkali-kali memerintahkan agar pengungkapan kasus ini dilakukan secara terbuka dan tak ditutup-tutupi. "Kan Presiden sudah tiga kali menyampaikan dan penyampaiannya sudah sangat terbuka. Jangan ada yang ditutup-tutupi, buka apa adanya. Itu arahan Presiden," tutur dia.

Sejauh ini, Mabes Polri telah menetapkan dua tersangka, yakni Bharada E sebagai tersangka kasus pembunuhan terhadap Brigadir J yang terjadi di rumah Irjen Ferdy Sambo. Bharada E dijerat dengan Pasal 338 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 56 KUHP.

Kemudian, Polri juga menetapkan tersangka baru yakni Brigadir Ricky Rizal (RR) yang merupakan ajudan dari istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Terhadap Brigadir RR, polisi menjerat dengan Pasal 340 KUHP terkait pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua.

Mahfud sebut tiga tersangka

Dalam perkembangan terbaru, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, menyampaikan sudah ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kematian Brigadir J.

"Kan tersangkanya sudah tiga, itu bisa berkembang dan pasalnya 338, 340, pembunuhan berencana," kata Mahfud.

Menurut Mahfud, penyelidikan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J cukup cepat, mengingat kasus tersebut yang memiliki kode senyap atau code of silence.

"Perkembangannya sebenarnya cepat, kasus yang seperti itu yang punya 'code of silence' itu sekarang sudah tersangka, kemudian pejabat-pejabat tingginya sudah 'bedol deso'. Saya kira yang dilakukan Polri itu tahapan-tahapan-nya dan kecepatannya cukup lumayan tidak jelek banget," ujar Mahfud.

Rekomendasi